Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ini Dia Tokoh Indonesia yang Dibutuhkan di Tahun 2012

31 Desember 2011   14:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:31 555 0
[caption id="attachment_160330" align="alignleft" width="300" caption="gambar dari google"][/caption] Indonesia memasuki umur belum genap 67 tahun. Banyak hal yang perlu di cermati untuk menuju dermaga Indonesia yang adil dan makmur sesuai amanah perundang-undangan. Karakter para birokrat, politisi, dan atau para pejabat tinggi negara masih melingkar dalam dinamika sistem kepemerintahan belaka, dan sistem itu belum menyentuh kepada rana kepentingan sipil yang bisa dirasakan oleh rakyat. Misal adanya Kementerian Hukum dan Ham, adanya Dewan sebagai perwujudan rakyat dan instrumen negara lainnya belum mampu menjadi wujud “Indinesia” yang sebenarnnya. Keasyikkan para petinggi negara dalam lingkup sistem menunjukkan mereka belum mampu mewakili rakyat. Rana politik sebagai alat menuju kekuasaan dengan menduduki jabatan di kepemerintahan, itupun masih berhenti di rana politik dan segala permainannya. Masih banyak cela dan sistem yang menjebak para petinggi Negara dari yang terkecil (tingkat RT) sampai tingkat pusat lepas dari gerbong sistem korupsi disengaja atau tidak. Ada juga para birokrat yang hendak jujur, akan tetapi sistem itu sudah menggejala sedemikian dasyat sehingga orang-orang beritikad jujur itupun tak kuasa larut bersama tindak dan model-model  korupsi yang rapi dan tersembunyi. Siapa dia ? Tentu yang dibutuhkan adalah sejenis tokoh birokrat Indonesia yang tidak lagi terjebak dan berputar-putar dalam sistem dan seremonial belaka. Mereka harus berani menampakkan jatidiri pejabatan untuk rakyat. Melalui kedudukan itu tidak membatasi diri dalam aturan main saja, namun dibutuhakn adalah sikap inheren terhadap nilai kerakyatan yang melekat pada jabatan kekuasaannya. Tokoh seperti ini yang dibutuhkan Indonesia dan rakyatnya. Dan harus ada keberanian regulatif antara sistem dan implementasi sistem yang jujur, tranparan, berani dan menyentuh ke arah kepentingan publik. Rakyat secara umum jika dilihat dari skala politik, maka harus memiliki skenario pembiasaan politik dalam kepentingan politik yang benar. Tokoh rakyat sipil dan rakyat itu sendiri sudah mulai kehilangan kepercayaan sebagai warga negara yang baik dan benar. Ada perubahan karakter besar-besaran karena kondisi sosial yang mendesak dan menerpaksakan untuk bersikap kurang bijaksana. Ada banyak kasus yang menunjukkan nilai dan karakter rakyat sudah mulai “ngawur” sehingga tidak bisa membedakan antara pilihan yang benar dan kurang benar. Misal pemerintah hendak menyumbang rakyat miskin, justru sumbangan itu dipolitisi untuk rakyat tertentu saja. Pemerintah hendak membantu petani garam di Madura (dulu), justru uang itu tidak sampai ke Petani, malah sampai para pejabat pemerintah desa dan orang-orang berkenpentingan saja, untuk jalur ini dibisniskan terhadap petani kecil. Atau rakyat menggunakan hak-hak politiknya dengan jalan yang kurang benar, tanpa melihat profil yang benar, asal ada uang maka suara itu miliknya. Jadi ke TPS hanya “mengembalikan hutang” saja untuk orang yang dianggap tokoh. Siapa dia ? tentu rakyat yang baik, benar, serta masih ada sikap “hubbul wathon” yang jujur dan terpercaya. Demikian juga tokoh masyarakat, agama, budayawan, dan sejenis masyarakat lain yang dianggap figur oleh pengamatan publik. Ada segelintir tokoh yang meneriakkan yel-yel kemanusiaan, akan tetapi teriakan mereka dikalahkan oleh sistem raksasa yang sudah menggagahi negeri ini. Daripada ini ada sebagian dari yang disebut “tokoh” itu pun raib dan jauh dari rakyatnya sendiri. Mereka adalah sejenis pemuka yang sudah mendua antara masyarakat dan permainan sistem politik yang mengarah pada politik kerakyatan dan kebangsaan, dan selanjutnya terjebak pada peta politik praktis.  Mereka adalah sejenis tokoh yang mementingkan kepentingan sendiri dan kepentingan golongan saja. Dia mendekati rakyat, ada surplus kepentingan ! Dengan gagah demi rakyat banyak, tapi sesungguhnya di balik pola kerjanya ada nuansa kepentingan tersebut. Tokoh-tokoh seperti ini sudah menggejala dasyat di Negeri ini. Pengabdian kerakyatannya tidak murni lagi. Keduanya kakinya ibarat berdiri antyara tepi jurang neraka dan surga. Siapa dia ? tentunya adalah tokoh masyarakat yang konsisten terhadap kepentingan rakyat. Tokoh masyarakat atau pemuka agama yang masih kokoh tanpa terpengaruh oleh proses dehumanisasi sosial dan politik. Tokoh yang patut dijadikan pemimpin kultur oleh masyarakat dari ras, suku, dan agama yang dipeluknya.  Sehingga rakyat masih merasa memiliki “panutan,” serta  bisa menaruh kepercayaan pada validitas ketokohannya, bukan sejenis tokoh sampah yang jauh dari masyarakat sipil, yang hanya mementingkan kepentingan golongan. Demikian juga dari para penegak hukum; hukum sudah laris terjual oleh transaksi penyelamatan diri. Fungsi daripada advokad, pendampingan hukum, bukan semata-mata lagi meringankan beban hukum sesuai tindak hukum, akan tetapi sudah berupaya pada arah penyelamatan terdakwa dari tuntutan hukum yang sebenarnya dengan berbagai manipulasi saksi dan berita acara yang menumpuk, semata-mata agar terbebas dari jeratan hukum, dan kemudian menghukum orang-orang yang “boleh” dikorban menurut hukum. Para penegak hukum sudah kehilangan roh hukum (keadilan) dalam menerapkan tindaka material hukum itu sendiri. Tindak hukum masih “tebang pilih,” antara yang beruang dan sendirian. Kecil, miskin, tanpa dukungan hukum yang kuat, walaupun tidak bersalah secara bersyarat dia bisa dihukum seberat-beratnya sesuai sikap manipulatif saksi dan berita acara yang manipulafiktif itu. Rana hukum ini sudah banyak permainan terbuka, yang sudah memperoleh sikap umum dari rakyat, bahwa proses hukum sudah tidak mengedepankan keadilan melainkan mengedepankan material hukum saja tanpa mempedulikan hak-hak tindak hukum yang benar dan jujur. Siapa dia ! tentunya adanya para penegak hukum yang berani, jujur, dan berani mati untuk peta dan proses hukum yang sedang berjalan di negeri ini dan membela yang benar dan menghukum pihak-pihak bersalah sesuai beban tindak hukum yang dilakukannya . Loyalitas dan kredibilitas para penegak keadilan, serta proses hukum yang transpran tanpa terinfensi oleh kekuatan lain di luar jalur hukum. Atau para mahasiswa dan demostran jenis lain, yel-yelnya sangat meneriakkan kebenaran sesuai tuntutan yang dianggap kurang adil dan benar. Para tokoh-tokoh kebenaran di jalanan ini harus mampu menilai dan meletakkan hakekat tujuan demontrasi. Sahwat demo memuncak panas. Ada sepenggal kebenaran dan kejujuran yang diteriakkan. Namun di belakang slogan-slogan demo itu ada point-point yang disitir oleh suatu kepentingan pihak penguasa, pihak terkuat, dan pihak yang memiliki kepentingan untuk membeli teriakan mereka.  Tragisnya, ada diantara yang dibeli ! Ada diantara mereka yang jujur, akan tetapi nilai kejujuran itu sudah diaanggap skeptis oleh masyarakat. Itu lagi lama, dan pasti ada tokoh intlektual yang mengutur teriakan mereka. Bukan lagi tingkat kejujuran, tapi kembali pada makna sudah kepentingan yang digulirkan oleh orang-orang yang terkait dengan permasalahan yang didemokan itu. Siapa dia ? ialah para demonstran yang jujur , tidak mudah dibeli, dan tidak mudah dikendalikan oleh situasi nasional, ras, kesukuan serta faktor keagamaan. Nilai kebenaran dan benar itu sendiri tidak obsolut, akan tetapi setiap kebenaran satu belum tentu dianggap benar menurut sketa lainnya. Maka disini muncul yang disebut nilai “hikmah” atau makna bijaksana sebagai bangsa satu di NKRI atas keberagaman nation ini, agar tidak terjadi tumpang tindih kebenaran yang menampah masalah nasional. Dan masih banyak lagi link-link kasus bangsa ini yang membutuhkan profil tokoh yang berani, jujur, dan terpercaya. Diharapkan tokoh tersebut mampu memegang teguh akan nilai kebenaran dan kejujuran yang sangat terpercaya.  Siapa dia ! tentu tidak berani menyebutkan nama. Akan tetapi di negeri ini di tahun 2012 masih banyak setok anak negeri yang kompeten sesuai keahliannya. Hanya saja mereka belum memiliki kesempatan mengaktualisasikan dirinya untuk bangsa dan negaranya,  karena masih terhalang oleh sistem yang hampir-hampir mencengkram nadi bangsa dan negara. Mereka terbiasa saling bersembunyi dari kebenaran, dan berpura-pura menjadi mahluk lain agar bisa menyelamatkan diri. Sementara orang-orang yang memiliki kompeten yang diperlukan bangsa ini menjadi terasing, bahkan ada yang tidak mau berperan mengingat tingkat kekronisan permasalahan yang sangat komplek. Rancu !  Sehingga tingkat kempotensinya masih kurang berani berspekulasi mendakwakan kebenaran hukum, sosial, dan kemasyarakatan. Kurang lebih 2,5 jam lagi berganti tahun baru, selamat tahun baru 2012 ! Semoga jaya selalu untuk Indonesia-ku ! Jangan lupakan nenek moyangku, dia pejuangmu dulu dalam kesertaan menegakkan merah putihku !

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun