Setelah kemarin dilantik dan bersumpah, jadilah bapak Joko Widodo sebagai presiden ketujuh Republik Indonesia. Selamat memimpin dan selamat memanage Indonesia sampai 2019.
Terimakasih untuk rencana yang disampaikan melalui pidato pertama untuk Indonesia. Memang banyak usaha yang harus dilakukan untuk menjalankan rencana kerja. Saya terus mendoakan agar kepemimpinan Preiden Joko Widodo dibantu Tuhan Yang Maha Esa.
NASIHAT UNTUK PERBAIKAN
Mengamati pidato yang disampaikan Presiden, saya sedih karena Presiden hanya mengkonsentrasikan lautan sebagai orientasi kerja mendatang. Apapun kilah yang disampaikan, namun selebihnya tetaplah laut yang menjadi prioritas.
Sepertinya baik, namun akan muncul ketidakseimbangan ekonomi terutama pertanian dan kehutanan yang akan terabaikan. Kecuali Presiden merencana untuk memerintah tiga periode, sekarang giliran laut, lima tahun kedua giliran pertanian, dan lima tahun terakhir kehutanan.
Rasanya kurang afdol pemerintahan yang menganakemaskan satu departeman.
Kemudian dalam mengajak kerja, presiden melemparkan tanggungjawab pertumbuhan ekonomi kepada rakyat; dengan “memerintahkan secara tersembunyi”, melalui ajakan untuk bergotongroyong berbuat kerja.
Seharusnya Presiden berkata, “saya akan membuat pekerjaan yang berlapis,dimana dengannya maka semua rakyat akan tersedia pekerjaan, dan saya mengajak seluruh rakyat untuk melaksanakan program kerja ini dengan bergotongroyong memberhasilkan pekerjaan ini untuk kesejahteraan Indonesia”.
Jika pidato Presiden seperti ini, maka pastilah presiden sudah memiliki rencana pengembangan kerja fisik yang mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat.
Namun karena pidato Presiden adalah seperti yang sudah disampaikan kemarin itu, maka saya (subjektif) menduga tentu pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya akan berblunder pada keadaan seapa-adanya, karena sebenarnya hanya memiliki rencana noramal-normal saja.
TENGGELAM DALAM EFORIA
Tidak nampak hal yang kuat menerobos agar bisa menghancurkan batas yang mengikat Indonesia untuk tetap berjalan di tempat.
Yang nampak justru, pertunjukan kegembiraan sementara, yang sepengetahuan saya ini terjadi untuk ketiga kalinya di zaman reformasi ini, dan hasilnya adalah makin melemahnya rupiah yang tersembunyi dibalik eforia politik.
Saya kembali takutkan namakala pemerintah baru kita ini terjebak pada “kata” pertumbuhan ekomomi 7%, padahal jika Indonesia sungguh mengalami ekonomi bertumbuh, maka kurs Rupiah tahun 2019 ada pada Rp 1750/US$ tanpa sanering atau pengecilan angka matauang.
Dan apakah pemerintahan sekarang ini mampu memajukan Indonesia dalam lima tahun mendatang ini, hanya dengan mengharapkan rakyat yang bekerja keras sekeras-kerasnya menciptakan pekerjaan? Sementara BBM tetap direncanakan naik, lalu konsentrasi Negara hanya kepada laut, dan tetap mengandalkan luarnegeri memodali investasi?
Entahlah. Sementara ini saya hanya bisa mendoakan agar Indonesia maju sejati bukannya simulasi.
HARAPAN MASIH HARAPAN
Bagaimanapun juga, sementara pemerintahan mengejar statementnya, maka rakyat tentunya tetap berjuang untuk bisa mendapat makan sehari-hari; karena kebetulan segala upaya yang rakyat lakukan hanya mampu sedemikian.
Harapan rakyat yang tidak terlibat dalam eforia, semoga saja Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya bisa membuktikan bahwa apa yang dijanjikan dan direncanakan itu adalah kenyataan.
Dan semoga nasihat ini boleh menjadi masukan positif, sebab solusi sudah disampaikan sebelum ini dan akan terus disampaikan sesudah ini.
Selamat memimpin Republik Indonesia
Salam Indonesia Sejahtera
Tuhan memberkati Indonesia