Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Masjid Berdaya, Akidah Umat pun Terpelihara

2 April 2013   04:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:53 218 1

Belum berhasilnya usaha dakwah yang dipusatkan di masjid dan musholla juga mengakibatkan kerusakan akhlak dan pendangkalan akidah semakin mendera masyarakat muslim. Banyak umat Islam yang hanya menjadikan Islam sebagai identitas saja (Islam KTP), tapi perilaku dan kepribadiannya sangat jauh dari karakteristik seorang muslim. Bahkan ada segolongan umat yang rela melepaskan keislamannya, karena merasa tidak ada manfaatnya ber-Islam. Naudzubillah Mindzalik…

Ironisnya, ketika mendengar ada rencana pendirian tempat ibadah lain di sekitar tempat tinggalnya, khususnya gereja, umumnya umat Islam cenderung mengalami phobia (ketakutan berlebihan) sehingga seringkali menolaknya dengan sangat keras. Mereka khawatir jika misionaris Kristen akan berupaya memurtadkan kaum muslimin, khususnya mereka yang lemah iman dan akidahnya.

Salah satu penyebab timbulnya phobia tersebut ialah keberhasilan umat Kristen dalam memfungsikan gereja sebagai pilar utama dakwah Kristenisasi. Sebab umat Kristen tidak hanya memfungsikan gereja sebagai tempat ibadah saja, tapi juga memberdayakannya sebagai pusat pengembangan pendidikan, ekonomi jemaat, politik, dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Phobia terhadap rencana pendirian gereja semakin besar ketika kaum muslimin menemukan fakta bahwa pertumbuhan gereja di Indonesia cukup pesat. Berdasarkan data statistik yang dimiliki Kemenag terungkap bahwa tempat ibadah umat non-muslim di Indonesia semakin berkembang pesat.

Kepala Pusat Kerukunan Beragama Kemenag RI, Abdul Fatah, menyatakan berdasarkan data tahun 2010, pada tahun 1997 hingga 2004 jumlah gereja Katolik bertambah 153 persen dari 4.934 menjadi 12.473, gereja Protestan 131 persen dari 18.977 menjadi 43.909, jumlah vihara bertambah 368 persen dari 1.523 menjadi  7.129, jumlah pura Hindu naik 475,25 persen dari  4.247 menjadi 24.431, sedangkan masjid hanya bertambah 64 persen dari  392.044 menjadi 643.843.

Abdul Fatah juga menyampaikan jumlah penduduk dan rumah ibadah di Indonesia. “Jumlah umat Islam 207.176.162 sedangkan jumlah masjid 239.497, jumlah umat Kristen 16.528.513 dengan jumlah gereja Kristen 60.170, jumlah umat Katolik 6.907.873 dengan jumlah gereja Katolik 11.021, jumlah umat budha 1.703.254 dengan jumlah vihara 2.354, jumlah umat Hindu 4.012.116 dengan jumlah pura 24.837, dan jumlah umat konghucu 117.091 dengan jumlah kelenteng 552,” kata Abdul.

Menurut Abdul, rendahnya pertumbuhan jumlah masjid di Indonesia dikarenakan masyarakat Indonesia lebih cenderung untuk menambah kapasitas masjid dibandingkan menambah jumlah unit masjid.[i]

Lebih rendahnya pertumbuhan masjid dibandingkan tempat ibadah lainnya merupakan bukti bahwa di Indonesia umat non-muslim memiliki hak yang sama dengan umat Islam dalam membangun rumah ibadah. Pengurusan pendirian tempat ibadah bagi umat non-muslim pun relatif mudah. Kalaupun terjadi peristiwa penolakan terhadap pendirian tempat ibadah lain yang dilakukan oleh segolongan umat Islam, penolakan itu disebabkan pendirian tempat ibadah tersebut bermasalah, baik secara hukum maupun norma masyarakat.

Namun pesatnya pertumbuhan tempat ibadah lain, khususnya gereja, menjadi bahaya laten tersendiri bagi umat Islam. Jika umat ini alpa dan lalai dalam berdakwah dan memakmurkan masjid sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW, bisa jadi jumlah umat Islam di Indonesia lamban laun semakin turun. Menanggapi kemungkinan terburuk itu, umat Islam harus menyadari bahwa setiap agama memiliki misi dakwah. Tanpa adanya usaha dakwah maka eksistensi suatu agama akan hilang. Oleh karena itu, daripada menolak dan antipati terhadap usaha dakwah agama lain, alangkah baiknya umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasul, khususnya dalam upaya amal makruf nahi mungkar.

Yang perlu direnungkan adalah ketidakberhasilan umat Islam dalam memfungsikan masjid sebagai pusat pengembangan peradaban Islam. Hendaknya kaum muslimin, khususnya para pengemban dakwah, selalu berusaha mengupayakan pemberdayaan fungsi masjid sebagai pusat kegiatan dan pemberdayaan umat. Bahkan jika perlu, kita harus mempelajari keberhasilan umat Kristen dalam mengoptimalkan fungsi gereja sebagai pilar utama dakwah mereka.

Keberhasilan dalam optimalisasi fungsi gereja secara multi-dimensi, membuat kondisi kehidupan umat Kristen pada umumnya lebih baik dibandingkan dengan kaum muslimin. Bahkan kini mereka semakin gencar untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat muslim - dengan dalih demi rasa kemanusiaan. Manfaat dari pelayanan gereja (baca: Kristenisasi) itulah yang akhirnya menjadikan sebagian umat Islam merasa hutang budi dan bersedia memeluk agama Kristen. Naudzubillah Mindzalik…

Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin dalam artikel Penataan Dakwah mengungkapkan bahwa umat Islam tidak boleh pesimis menghadapi semakin gencarnya gerakan pendangkalan akidah dan pemurtadan. Menurut beliau, peringatan Rasulullah SAW empat belas abad yang lalu bahwa “kefakiran akan membawa kepada kekufuran” kini mulai terbukti. Ada beberapa contoh di Jawa Tengah tentang bagaimana kedhaifan dan kefakiran dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran agamanya dan memurtadkan umat Islam. Jika basic need (kebutuhan dasar) tidak dapat dipenuhi maka seseorang akan mudah dipengaruhi oleh mereka yang mampu memenuhi kebutuhannya, meski dalam ukuran yang minimum. Yang pandai memanfaatkan momentum itu adalah kelompok Nasrani. Mereka menggunakan empat jalur propaganda.

Pertama, jalur ekonomi yaitu dengan memanfaatkan kefakiran seseorang. Kedua, jalur pendidikan yang meskipun hasilnya baru bisa diraih dalam jangka panjang tapi sangat strategis. Ketiga, jalur pelayanan masyarakat. Kita tahu bagaimana sebagian LSM berorientasi ke sana. Keempat, jalur politik yang dapat disimak dari sikap mereka terhadap beberapa kebijakan pemerintah.

Kendatipun kalangan umat Nasrani amat gigih menggunakan empat jalur itu, kita tidak boleh pesimis. Kita punya bukti di daerah Kentungan, Yogyakarta. Dengan usaha yang masih jauh di bawah Nasrani, ternyata kita sudah mampu mengembalikan kaum dhuafa kepada Islam. Kenyataan ini segera membuktikan tesis bahwa meskipun mereka pada saat itu beralih agama karena desakan ekonomi, tetapi secara laten masih tetap muslim.[ii]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun