Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Manusia Itu Apa?

1 Desember 2011   17:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:57 332 1
"Manusia itu apa sih?" tanya Yasmin.

Sejenak aku mengambil jeda, mencari jawaban sederhana untuk menjawab rasa ingin tahu anak umur 3,5 tahun.

"Manusia itu makhluk ciptaan Allah yg paling mulia. Dia diciptakan untuk menjadi khalifah, pemimpin di bumi ini. Manusia berbeda karena dikaruniai akal. Berbeda misalnya dengan binatang yang tak punya akal sehingga tak bisa berpikir."

Masih kelihatan mencerna kata-kataku Yasmin menurut kupakaikan kaus. Basah karena ngompol membuatnya terbangun. Usai kubersihkan di kamar mandi, lalu kugendong lagi dia ke ranjang. Kualasi kain di atas perlaknya, dia menamai kain alas itu--bekas kain bedongnya
saat bayi--sebagai 'popok pantat manusia' yang kemudian menggiringnya ke pertanyaan di atas.

"Manusia diciptakan dari tanah. Setan diciptakan dari api. Sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya." kataku lagi.

"Setan sama hantu beda ya?" tanyanya lagi.

"Iya, beda. Hantu itu jin. Jin itu ada yg baik ada yang jahat. Seperti manusia."

"Kaya Habil dan Qobil." katanya melebar ke VCD Anak Muslim yg suka ditontonnya. "Qobil melempar Habil pakai batu."

Aku tersenyum. "Udah, sekarang bobo lagi. Besok kita cerita2 lagi. Ya?"

Memeluk Peebee, beruang pink kesayangannya, anak tengahku itu kembali memejamkan mata.

Menatapnya dalam keremangan kamar, sungguh aku terharu. Usia 3 tahun dia menolak kupakaikan diapers sekali pakai sebelum tidur. Sudah besar, katanya. Kadang tidak ngompol, kadang ngompol sekali atau dua kali. Itulah mengapa kualasi perlak.

Mengantarnya kembali lelap, pertanyaannya tentang manusia sungguh mengusikku dalam. Akal, berkah terbesar yg dianugerahkan Tuhan untuk mengelola alam termasuk sesama manusia, justru kini dimanfaatkan sewenang-wenang.

Nurani yg harusnya menjaganya ternyata juga telah dibuang kemana. Qobil jelas tak sendirian. Dengan cara yg makin canggih, rumit, mbulet, duplikatnya melempar batu ke Habil Habil lainnya. Membunuh tak secara vulgar ragawi, tapi lebih luas lagi. Mata pencaharian, kesempatan mendapat pendidikan, papan yang layak, dan masih banyak lainnya.

Jika sudah begitu, masih layak kah disebut manusia yang aslinya berakal dan berbudi?

Tanah Baru, 2/12/'11 00.35

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun