"Saya tidak terima Anda mengatakan seperti itu. Bagaimana bisa Anda menuduh saya tidak melibatkan tim, sedangkan Anda bukan anggota tim saya!" tukas Ratri berapi-api.
Pak Lukas di tempat duduknya hanya menaikkan sebelah alis. Menunggu jawaban Gunawan.
"Lalu bagaimana mungkin Anda menuduh saya ingin menonjol sendiri. Saya itu ketua tim. Saya bertanggung jawab pada keberhasilan tugas yang diamanatkan pada saya. Kalau ada anggota yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tentu saja saya akan maju ke depan. Memastikan semua beres. Bukan karena ingin menonjol sendiri! Saya tidak terima kalau Anda memfitnah saya seperti itu!" imbuh Ratri sebelum Gunawan sempat membuka mulut.
"Nah. Itu barusan Anda mengakui, maju ke depan memastikan semua beres. Termasuk menggantikan tugas anggota tim Anda. Menafikan apa yang sudah ia kerjakan dan mengganti semua sehingga pekerjaannya sia-sia. Dan siapa yang mendapat pujian? Tentu saja Anda," balas Gunawan, sambil makan kacang atom yang terhidang di piring tepat di hadapannya.
"Oooh...saya tahu siapa yang Anda maksud. Jadi atas nama perempuan itu Anda berbicara? Bilang sama dia, jangan beraninya bicara di belakang saya! Kalau keberatan, ajukan keberatan! Kalau mau namanya menonjol, kerjakan tugasnya sesuai tenggat!"
"Dia kan hanya terlambat satu hari. Lagipula itu karena anaknya sakit. Anda tidak punya hati nurani?" balas Gunawan tanpa ampun.
Dalam ruangan itu ada Lukas, bos mereka, mereka berdua, serta Boni dan Virgo. Boni adalah sekretaris Lukas, sedangkan Virgo adalah ketua tim juga seperti mereka. Boni dan Virgo hanya diam dan merasa tak enak mendengar perseteruan kedua rekan mereka. Lukas masih belum menggunakan kewenangannya untuk menghentikan kericuhan itu. Dia justru seperti terhibur.
"Kita semua pasti ingin hasil terbaik. Mungkin bu Ratri hanya ingin mencapai target," gumam Virgo berusaha menengahi. Tentu ia membela Ratri sebagai sesama perempuan.
"Terlalu ambisius hingga mengorbankan kinerja teman," balas Gunawan.
"Sebenarnya apa mau Anda? Anda tidak terima pekerjaan saya dipuji pak Lukas?" Ratri meradang.
"Mana ada saya tidak terima. Terserah pak Lukas mau memuji siapa. Saya tadi kan hanya mengingatkan kalau itu kerja tim. Dan ada anggota tim yang diabaikan kinerjanya."
Ratri melotot. Kekesalannya sudah sampai puncak ubun-ubun.
"Tidak usah diperpanjang lagi, Pak Gunawan," ucap Lukas. "Saya sudah tahu situasinya. Tentu saja kita tidak boleh terlalu keras pada bu Sartika yang anaknya sedang sakit. Tapi di sisi lain, saya puas dengan kinerja bu Ratri yang sigap mengatasi kendala."
"Terima kasih, Pak," angguk Ratri.
Boni dan Virgo menarik napas lega ketika tak ada tanda-tanda Gunawan akan menjawab lagi. Lelaki itu hanya menuntaskan makan kacang sambil senyum-senyum. Rapat pun segera usai dan pesertanya bubar.
Gunawan berhenti di pintu ruang kerja Ratri. Mengamati Ratri yang baru duduk di kursinya.
"Rat, yang nggak terima itu bukan aku. Terserah pak Lukas mau muji siapa saja. Yang sering nggak terima tu ya kamu sesuai namamu. Ratri = Ra-Trimo, hahahahahahhh!"
Ratri melempar benda yang paling dekat dengan jemarinya: bolpoin. Namun Gunawan sudah sigap berkelit dan lari meninggalkan ruang kerja Ratri.
Ratri berteriak kesal, "aaaarrrrghhhh!"
"Sabar, Mbak Rat," ucap Virgo yang baru datang. Ia duduk di ruang yang sama dengan Ratri. Tapi ia hanya mengatakan sambil lalu, terus menuju kubikelnya sendiri. Ia pun tak dekat dengan Ratri dan tidak ingin dekat. Ratri punya tabiat yang buruk, sering berkata tajam. Sebenarnya Virgo juga cukup senang dengan tingkah Gunawan tadi. Ia hanya tidak nyaman rapat berlarut-larut hanya karena perang kata unfaedah antara Ratri dan Gunawan. Mending dia menyelesaikan serial dracin di laptopnya di sisa waktu kantor sebagai reward karena proyeknya lancar dan selesai tepat waktu. Virgo hendak melanjutkan serial dracinnya ketika chat dari Boni masuk di ponselnya.
Arrrgh bos Lukas mau ketemu. Virgo bergegas keluar ruangan setelah pamit sambil lalu ke Ratri.
"Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Virgo setelah duduk di depan meja kerja bosnya.
"Ini ada voucher menginap semalam di hotel berbintang. Buat kamu dan Ratri. Reward karena kalian berdua mencapai target dengan baik."
Sekilas Virgo melihat bahwa voucher itu harus digunakan week end ini.
"Wah, menginap di hotel ini impian saya. Sayang sekali akhir pekan ini saya ada acara keluarga ke luar kota, Pak."
"Wah...bagaimana ya?"
"Voucher saya biar untuk pak Gunawan saja, Pak. Saya ikhlas. Pak Gunawan kan juga sudah menyelesaikan target walau terlambat sehari? Dan beliau terlambat karena membantu bu Sartika. Kepeduliannya patut dapat reward juga," ucap Virgo.
Lukas mengangguk-angguk.
"Kamu nggak papa nggak dapat reward?" tanya Lukas.
"Mmm...bagaimana kalau libur sehari, Pak?" ucap Virgo nyengir.
Lukas terbahak. Lalu mengangguk.
"Boleh. Besok, ya?"
"Wah, terima kasih, Pak."
"Tolong berikan voucher buat Ratri dan Gunawan."
Virgo menerima dua voucher dari pak Lukas, lalu menyerahkan kembali yang satu.
"Saya bantu serahkan ke bu Ratri, Pak. Sepertinya untuk pak Gunawan lebih baik mbak Boni yang memberikan. Kalau saya semua, dan bu Ratri tahu pak Gunawan juga bakal menginap di hotel yang sama, saya takut vouchernya mubazir, Pak."
Lukas terbahak lagi.
"Baik. Biar Boni nanti yang ngasih Gun. Terima kasih ya, Virgo."
"Sama-sama, Pak."
Virgo pun pamit sambil berteriak cihuy dalam hati. Esok dia bisa seharian nonton dracin kegemarannya. Bonus libur sehari ini jauh lebih berarti dari pada nginep di hotel. Apalagi sama Ratri. Fiuh. Nggak deh. Biar pak Gunawan saja. Biar mereka berdua menghabiskan week end dengan melanjutkan debat kusir nggak jelas lagi.