Cinta-Mu Seluas Samudera Penulis  : Gola Gong Penyunting Naskah : Ali Muakhir Proofreader : M. Adriansyah Penerbit  : Mizania Desain Sampul : Dodi Rosadi dan tumes Tebal   : 484 halaman Ukuran  : 21 cm Terbit   : Cetakan 2, Juli 2008 Kategori  : Novel Fiksi/Religi Novel ini sudah lama dibaca, tahun 2008. Ulasannya juga sudah lama di blog lama, penatinta.blogdrive.com. Novel ini merupakan kumpulan dari novel trilogi Gola Gong : Pada-Mu Aku Bersimpuh, Tempatku Disisi-Mu dan Biarkan Aku Jadi Milik-Mu. Cerita di novel ini juga telah disinetronkan dengan judul yang sama dengan bintang Iis Dahlia, Gunawan dan Rendy Bragi. Tema cerita yang diangkat Gola Gong dalam novel ini sederhana dan ringan, sehingga kita tak perlu berkerut-kerut saat membacanya atau berpikir panjang mengenai akhir cerita. Bahkan menurut saya, cerita ini terlalu sederhana ditulis oleh penulis sekaliber Gola Gong, karena dari daftar isi, kita sudah bisa membayangkan bagaimana jalan cerita dari novel ini. Yang menarik dari novel ini, selain dituturkan dengan gaya bahasa yang ringan, setiap bab menempatkan puisi karya Tias Tatanka, istri Gola Gong, yang sarat makna. Misalnya sajak :
“Aku selalu berbisik di telinga Tuhan. Hatiku berbicara menguapkan rasa, menumpahkan kasih mesra di balik kelambu takwa. (Dan kau mau tahu Tuhan berbuat apa ?) Dikuliti-Nya jiwaku sehingga aku tersenyum dan jatuh tertidur selamanya.(hal.22) Setting cerita yang mengambil lokasi Cilegon, yang termasuk wilayah Banten, dan kala itu Banten sedang berusaha menjadi provinsi tersendiri, cukup menarik. Di novel ini diulas bagaimana Cilegon, terimbas modernisasi dengan banyaknya perubahan sikap pada masyarakatnya, tak terkecuali pada pantai-pantainya yang indah yang kini sudah dipenuhi dengan hotel dan resort. Tak heran, Cilegon yang telah berkembang menjadi kota metropolitan kecil, secara perlahan norma agama mulai terkikis. Cinta-Mu Seluas Samudera bercerita tentang Siti Nurkhasanah, seorang muslimah, yang baru mengetahui sejarah kelahirannya setelah kematian Ayah angkatnya, Haji Budiman. Anah, demikian ia dipanggil merasa shock dengan kenyataan bahwa almarhumah Bik Eti, penjual nasi uduk, bukan ibu kandungnya. Saat bayi, Anah ditemukan Bik Eti, disalah satu gerbong kereta api di salah satu stasiun kereta api, tempat Bik Eti biasa mangkal untuk berjualan. Masih belum bisa menerima kenyataan itu, Anah juga terpaksa menikah dengan abang angkatnya, Hakim, sesuai pesan almarhum Pak Budiman sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Pernikahan itu ternyata tidak membawa kebahagiaan buat keduanya. Hakim merasa adiknya, Bashir yang lebih berhak menikah Anah, karena telah mencintainya sejak mereka kecil. Sementara Anah merasa suaminya mempunyai rahasia yang disimpannya sendiri. Saat Anah berusaha menjalani hidupnya dengan sabar dan ikhlas, satu persatu orang yang disayanginya meninggalkan dirinya menghadap Sang Khalik. Dan usahanya tersebut mendapat karunia Allah dengan memberikannya keluarga yang bahagia dan keberhasilannya sebagai seorang dokter dengan mempunyai klinik untuk kalangan kaum dhuafa. Namun, kebahagiaan itu ada batasnya. Anah kembali menerima cobaan dan harus kembali ikhlas menjalaninya. Ia kemudian menyusun langkah selanjutnya untuk kehidupan yang akan datang. Demi kebahagiaan orang-orang yang dicintainya.
KEMBALI KE ARTIKEL