Mimpi sederhana Bimo adalah memiliki mainan seperti anak-anak lainnya. Namun, di dunia di mana makan sehari-hari adalah kemewahan, membeli mainan adalah mimpi yang terlalu tinggi. Suatu hari, di depan sebuah toko mainan, Bimo tertegun melihat mobil-mobilan remote control yang berkilau di etalase. Harga yang tertera membuatnya sadar, bahkan dalam mimpinya yang paling liar sekalipun, ia takkan mampu memilikinya.
Dorongan untuk memiliki mainan itu terlalu kuat. Bimo tahu itu salah, namun rasa ingin memiliki begitu membakar. Ia memasuki toko dengan hati-hati, mengedarkan pandangan sekeliling. Saat pemilik toko lengah, ia mengambil satu mobil-mobilan dan menyembunyikannya di balik kaos. Langkahnya cepat keluar toko, namun takdir berkata lain. Teriakan pemilik toko mengundang perhatian, dan dalam sekejap, Bimo ditangkap. Mainan itu terjatuh dari balik kaosnya, menambah bukti nyata kejahatannya.
Bimo dibawa ke kantor polisi. Dengan air mata yang berlinang, ia mencoba menjelaskan keputusasaan yang membuatnya melakukan pencurian. Namun, hukum tetaplah hukum. Bimo dijatuhi hukuman singkat di penjara anak. Di balik jeruji besi, ia merasakan ketidakadilan yang mendalam. Dunia luar terus berputar dengan gemerlapnya, sementara ia harus membayar harga untuk mimpi kecil yang tak terbeli.
Setelah bebas, hidup Bimo tak menjadi lebih baik. Tanpa bimbingan dan perhatian, ia kembali terlunta-lunta di jalanan. Kelaparan sering menjadi teman setia, dan Bimo harus bertahan hidup dengan cara apapun. Suatu hari, rasa lapar memaksanya untuk melakukan hal nekat lainnya.Â