Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Irman Gusman: “Kantor DPD (di Ibukota Provinsi) Merefleksikan Kedekatan Daerah dengan Pusat”

30 Maret 2012   01:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:16 188 0

Peresmian operasionalisasi kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Manado, ibukota Sulawesi Utara, pertanda diawalinya kegiatan-kegiatan DPD secara struktural administratif. Selama ini, secara individual anggota DPD melakukan kegiatan sesuai hak dan kewajibannya di daerah untuk menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.


Memang, ada beberapa daerah yang sebelumnya, bahkan di periode 2004-2009, baik mengelola kegiatan anggota DPD di daerahnya. Tapi, masih dilakukan atas prakarsa perseorangan anggota dan di antaranya didukung pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kota).


Soft launching menjadi bagian utuh rencana pembangunan kantor DPD di ibukota provinsi sebagaimana dimaksud Pasal 224 ayat (2), Pasal 227, dan Pasal 402 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3. UU disahkan di Jakarta tanggal 29 Agustus 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diundang-undangkan tanggal 29 Agustus 2009 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta.


Sejak bulan Januari 2010, Sekretariat Jenderal DPD bersama Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD mempersiapkan rancangan pembentukan kantor DPD yang komprehensif. Langkah-langkahnya sebagai berikut.


Kesatu, membentuk kantor DPD merupakan kesatuan agenda yang meliputi enam kegiatan, yaitu membangun sistem dan mekanisme yang mendukung kegiatan anggota DPD di daerah, mempersiapkan kantor sementara, membangun organisasi sekretariat daerah, menata personil dan tenaga ahli, membangun gedung kantor yang baru, serta membangun jaringan teknologi informasi dan media televisi.


Kedua, bulan April-Mei 2010 telah diuji coba format rapat kerja di daerah antara anggota DPD dan pemerintah daerah, DPRD, satuan kerja perangkat daerah (SKPD), serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. Formatnya siap dipraktikkan. Sebuah Tim Kerja Panitia Musyawarah DPD sedang menyempurnakan sistem dan mekanisme anggota DPD saat di daerah untuk dijadikan pedoman, yang ditetapkan sejalan dengan penetapan peraturan tata tertib DPD yang juga disempurnakan.


Ketiga, bulan Mei 2010, pimpinan DPD menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengenai pengembangan Sekretariat Jenderal DPD berupa kantor sekretariat di daerah. “Hingga kini masih dibahas,” demikian sambutan Ketua DPD Irman Gusman pada peresmian operasional Kantor DPD di Manado, Kamis (7/10/2010).


Keempat, penataan personil. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyetujui dimulainya secara bertahap penataan personil sejak tahun 2010. DPD mempertimbangkan di antaranya memanfaatkan aparat daerah yang diperbantukan, termasuk pengaturan dua staf ahli mulai tahun 2011 untuk setiap anggota DPD, yaitu satu staf ahli di Jakarta dan satu staf ahli di daerah. Diharapkan, staf ahli di daerah direkrut dari kampus-kampus.


Kelima, penataan operasional kantor sementara. Sejak Oktober 2010 pemeliharaan dan operasional kantor sementara yang statusnya pinjam pakai dari pemerintah provinsi ke Sekretaris Jenderal DPD disetujui Kementerian Keuangan untuk dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Diproyeksikan, penggunaan kantor sementara dalam kurun waktu dua-tiga tahun hingga selesainya pembangunan gedung kantor permanen yang baru. “Tergantung perkembangan masing-masing provinsi,” ujar master of business administration (MBA) lulusan University of Bridgeport, Connecticut, Amerika Serikat, ini.


Memang, Irman yang kelahiran Padangpanjang (Sumatera Barat), 11 Februari 1962, dan mantan wakil ketua DPD periode 2004-2009 ini menyatakan, Pasal 402 UU MD3 memproyeksikan bahwa pembangunan kantor harus selesai dua tahun sejak UU/27/2009 diundang-undangkan. “Bukan tidak mungkin apabila, misalnya, Gubernur menyerahkan hibah gedung kantornya bagi keperluan sekretariat DPD untuk dipergunakan seterusnya. Itu pun salah satu kemungkinan.”


Keenam, pembangunan gedung kantor baru saat ini masih dalam tahap penentuan konsultan perencanaan dan supervisi/manajemen konstruksi. Karena dikaitkan dengan rencana pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka DPD juga ikut dibicarakan media massa.


“Gedung Kantor DPD diproyeksikan sebagai representasi lembaga negara di daerah, yang merefleksikan kedekatan daerah dengan pusat melalui wakil-wakil daerah,” tukas suami Liestyana Rizal Gusman dan ayah tiga anak (Irviandri Alestya Gusman, Irviandra Fathan Gusman, Irvianjani Audria Gusman) ini.


Gedung Kantor DPD diproyeksikan juga sebagai simpul interaksi perwakilan antara anggota DPD dan rakyat, baik individual maupun organisasional; sebagai pusat administrasi dan rapat-rapat; pusat analisis masalah hubungan pusat-daerah; serta simpul komunikasi publik menyangkut kebijakan untuk kepentingan daerah dan kepentingan daerah yang diteruskan ke pusat.


Dalam sistem dan mekanisme yang terus menerus disempurnakan, sedang dirancang kolaborasi Kantor DPD dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) regional dan Komisi Ombudsman Daerah.


Ketujuh, pembangunan sistem informasi direncanakan menghubungkan interaksi perkantoran melalui jaringan sistem informasi teknologi, baik tukar menukar data (data exchange) maupun pengambilan keputusan (decision support system), serta dilengkapi teleconference dan televisi. Untuk mengisinya setelah gedung selesai dibangun, kecuali sistem pengolahan data/informasi aspirasi, mulai dirintis jaringan dan standar kodifikasinya sejak bulan Februari 2010.


Untuk semua langkah-langkah tersebut, agar selesai dalam kurun waktu dua tahun maka pembangunan gedung dianggarkan multi-years. Perencanaan anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010 mengalokasikan Rp 165 miliar dan pagu sementara tahun 2011 mengalokasikan Rp 512 miliar (atau total Rp 677 miliar) untuk penataan kantor sementara dan pembangunan gedung kantor di seluruh ibukota provinsi.


Irman berharap pemerintah provinsi dapat memberi hibah tanah kepada Sekretariat Jenderal DPD supaya gedung dapat dibangun di atas tanah tersebut. Hakekatnya, secara fungsional tanah dan/atau bangunan tetaplah milik pemerintah daerah dan milik publik. “Saya berharap tidak ada keraguan sedikitpun para Gubernur atau Sekretaris Daerah untuk proses hibah tanah.”


Dalam rapat Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD dengan Sekretariat Jenderal DPD dan Sekretaris Provinsi tanggal 24 September 2010, tercatat 21 pemerintah provinsi menyatakan kesediaannya untuk hibah tanah. Karena sangat mungkin berbeda perkembangan dan persoalan masing-masing 33 provinsi maka DPD menyusun standar makro. Misalnya, prototipe struktur organisasi, standar tata naskah dinas, standar fungsi ruangan, dan tata letak (lay out) kantor.


Provinsi-provinsi tersebut antara lain Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah. Semuanya berpotensi untuk menghibahkan asetnya dari kantor sementara ke kantor permanen. Provinsi lainnya yang juga mendukung pembangunan kantor adalah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Timur yang rata-rata sudah serah terima untuk kantor sementara. Lalu, Gorontalo, Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun