Bagaimana tak membuat heran, tersangka H. Dwl (abjad H adalah singkatan dari Haji) tersebut sebelumnya sudah 3 kali dipenjara dengan kasus yang sama, yakni menguasai, menyimpan, memperdagangkan serta menggunakan narkoba jenis shabu dan ecstacy.
Beberapa waktu lalu H. Dwl ini kembali ditangkap dan diamankan pihak kepolisian setempat karena kedapatan dan terbukti menyimpan dan memiliki sebanyak sekitar 8 ons shabu dan 250 butir ecstacy. Ia kembali mendekan dibui untuk yang keempat kalinya.
Seolah 3 kali hukuman sebelumnya tak menimbulkan efek shock therapy terhadap tersangka. Bahkan menurut beberapa informasi, H. Dwl yang merupakan pengusaha bengkel kendaraan bermotor dan penginapan di Batulicin Tanah Bumbu itu, kedapatan menggunakan narkoba didalam tahanan.
Banyak pihak menyayangkan tuntutan JPU yang cuma 14 tahun, tak terkecuali pihak kepolisian setempat. Berbagai komentar bermunculan, tak sedikit pihak yang mencurigai pihak Kejaksaan telah "kemasukan angin", sehingga melakukan penuntutan yang tak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat itu. "Logika orang awam saja, jika tersangka cuma dituntut 14 tahun, maka tidak mungkin pengadilan memutuskan vonis diatas 14 tahun," ujar beberapa warga yang mengetahui kasus tersebut.
Mereka sangat meyayangkan tuntutan yang dinilai sangat tak pantas itu. "Tersangka sudah dapat dikategorikan sebagai residivist narkoba, tuntutan hukuman seumur hidup, bahkan tuntutan hukuman mati pun sudah pantas bagi tersangka tersebut," ungkap seoerang penggiat LSM dengan kesal.
Terkait masalah ini ia sangat menyesalkan peran Badan Narkotika Daerah (BND) Kabupaten Tanah Bumbu yang tidak pro akrif dalam menyikapi masalah tuntutan JPU itu.