Belasan alat berat jenis excavator yang digunakan untuk aktivitas penambangan, berbaris di halaman belakang Mapolres Tanah Bumbu. Menurut beberapa sumber, masih terdapat alat berat lainnya yang masih berada di lokasi penambangan yang sudah pula diamankan.
Pihak kepolisian dalam beberapa hari ini mengadakan operasi penertiban terhadap aktivitas penambangan ilegal, atau biasa disebut PETI (Penambangan Tanpa Ijin), atau menurut istilah Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan; ia sebut dengan Taliban (Tambang Liar Ala Banjar). Istilah ini dilontarkan Menteri pada suatu kunjungannya ke Tanah Bumbu tahun lalu.
Aktivitas penambangan ilegal di wilayah itu memang sudah sangat memprihatinkan. Para pelakunya melakukan penambangan sudah tak lagi peduli aturan apapun. Tak jarang untuk mengangkut hasil produksinya pun, mereka menggunakan jalan umum. Padahal Pemprop Kalimantan Selatan sudah memberlakukan larangan bagi angkutan tambang dan perkebunan untuk tidak menggunakan jalan umum melalui Perda Nomor 3 Tahun 2008.
Akrivitas penambangan juga diantaranya terdapat yang sangat dekat fasilitas umum dan pemukiman warga, sehingga sulit membedakan apakah warga yang membangun rumah di lokasi pertambangan, ataukah pertambangan yang berada didalam pemukiman warga.
Sudah bukan rahasia lagi di kalangan warga di daerah itu terutama dimana terdapat aktivitas penambangan ilegal; para pelakunya yang jumlahnya puluhan, bahwa mereka selain dibekingi oleh para oknum aparat penegak hukum, atau memberikan semacam fee kepada para oknum dengan hitungan per metrik ton dari tiap hasil produksi.
Menurut beberapa pelaku penambangan ilegal, mereka bisa melakukan aktivitas penambangan tanpa ijin itu karena menyetor kepada beberapa oknum di Kepolisian dengan jumlah seluruhnya sebesar antara Rp. 60 ribu hingga Rp. 70 ribu per metrik ton. Selain itu bagi para pelaku penambangan ilegal yang melakukan penambangan di wilayah konsesi PKP2B (Perjanjian Kontrak Penambangan Batubara) milik PT. Arutmin Indonesia, fee yang dibayarkan ke para oknum di Kepolisian itu ditambahkan dengan Rp. 30 ribu per metrik ton yang diperuntukkan kepada oknum di PT. Arutmin Indonesia di daerah bersangkutan.
Dengan terhentinya aktivitas pertambangan di wilayah Tanah Bumbu, maka sektor usaha lainnya pun ikut sepi, yakni usaha siplai BBM terutama jenis Solar.
Para pengusaha di bidang suplai BBM untuk aktivitas pertambangan, untuk sementara menyimpan stok BBM mereka, menunggu hingga kegiatan operasi dan penertiban usai yang menurut informasi berakhir pada tanggal 24 September 2012 mendatang.
Perihal adanya belasan alat berat yang diamankan oleh pihak Kepolisian, belum ada keterangan mengenai berapa jumlah dan siapa pelakunya yang turut pula diamankan sebagai tersangka. Seperti yang selama ini terjadi, kebanyakan alat bukti berupa alat berat tersebut selalu dnyatakan sebagai barang temuan. Namun meski demikian, alat bukti temuan yang tak ditemukan pelakunya, beberapa waktu pun nantinya satu demi satu menghilang dari tempat diamankannya. Alasan yang selalu dikemukakan oleh pihak Kepolisian adalah; alat berat itu dipinjam pakai oleh pihak perusahaan persewaan (rental). Beberapa sumber dari para pelaku penambangan menyebut, 1 unit alat berat berupa barang bukti dugaan penambangan ilegal itu dapat dipinjam pakai dengan konpensasi puluhan juta rupiah.