Aku pun mengalihkan perhatian dari melihat-lihat ponsel secondhand ke aktivitas wanita tersebut.
Karena tak bisa hidup dengan starter elektrik, wanita itu pun kemudian bermaksud menegakkan sepeda motor dengan memasang standar ganda agar dapat menggunakan starter engkol. Namun sudah berkali-kali, dengan sekuat tenaga pula, wanita itu tak berhasil memasang standar ganda sepeda motor. Akhirnya tukang parkir di halaman toko lah yang menolong wanita itu menegakkan dan kemudian menginjak starter engkol, sehingga mesin sepeda motor pun hidup.
Sepeninggal wanita muda yang telah melewati kesulitan itu, aku pun kembali melihat-lihat ponsel di toko yang lumayan ramai pengunjung itu.
Namun pikiranku belum lepas dari wanita muda tadi. Kupikir begitulah salah satu sosok wanita Indonesia yang tak jarang dengan lantangnya menyuarakan kesetaraan gender, kesamaan hak dengan para kaum pria, tapi tak berdaya terhadap hal-hal sepele seperti yang kulihat tadi.
Mengenai kejadian itu aku jadi teringat saat masih sekolah di SMA pada pertengahan 1980-an. Pada jam istirahat, seorang teman sekelas wanita, dengan gaya bicara yang meledak-ledak dan berapi-api dengan semangat 45, menyuarakan kesamaan hak dan kesetaraan gender karena sudah terinspirasi oleh emansipasi wanita RA Kartini. Para teman sekelas yang pria pun banyak yang gerah dan mencibir, ada yang memilih keluar kelas, ada pula yang bertahan sambil melongo, atau menjadi pendengar yang baik.
Seorang teman sekelas pria yang kami kenal urakan, membuka baju seragam dan kaos dalamnya, telanjang dada sambil berseru ke arah teman wanita yang sedang bicara itu, "lihat, ini dadaku. Ayo buka bajumu, tunjukkan dadamu kalau wanita ingin setara dengan pria !"
Setelah berpaling ke arah teman pria yang berseru tersebut, teman wanita kami itu sontak langsung terdiam, bangkit, kemudian keluar ruangan kelas melangkah dengan gontai sambil menundukkan wajahnya.
Setelah kejadian di kelas itu, teman wanita kami itu tak pernah lagi menyingggung masalah kesamaan hak dan kesetaraan gender.
Kembali kepada wanita muda yang kesulitan menghidupkan sepeda motornya malam itu, susah payah berusaha, akhirnya pria juga lah yang menolongnya.
Aku jadi membayangkan seorang wanita pergi sendiri mengendarai mobil menempuh perjalanan jauh, di tengah perjalanan kemudian salah satu ban mobilnya meletus. Atau pergi sendiri dengan sepeda motor ke hutan, lalu sepeda motornya mogok dimana disana tak ada rumah satupun. Apakah kira-kira masih terpikir di kepala wanita-wanita itu kesamaan hak dan kesetaraan gender ?
Wanita yang menuntut kesamaan hak dan kesetaraan gender terhadap pria, sah-sah saja, tapi tentu dalam beberapa hal sesuai dengan kodratnya. Dalam banyak hal kaum pria lebih unggul daripada kaum wanita meski kemampuan otak sama. Bukannya meremehkan kemampuan wanita, namun pada kenyataannya, terutama wanita Indonesia, belum bisa disejajarkan kemampuannya dengan wanita-wanita bangsa lain terutama para wanita "Barat" yang lebih mandiri dalam banyak hal.
Masih banyak hal-hal kecil sepele yang belum dapat dilakukan oleh wanita Indonesia, masih butuh bantuan pria.