Melalui ketuanya, Komisi III DPRD Kalimantan Selatan, Puar Junaidi, mempertanyakan masalah tersebut, karena menurutnya pengangkutan hasil tambang dan kebun masih tetap marak menggunakan jalan umum. Ia mengatakan atau lebih tepatnya menuding wilayah Kabupaten Tanah Bumbu sebagai tempat maraknya penggunaan jalan umum untuk pengangkutan hasil tambang dan kebun.
Dan Puar Junaidi mengungkapkan pula adanya anggaran sebesar Rp 3 milayar per tahun sebagai biaya operasional untuk pelaksanaan Perda tersebut. Ditambahkannya, pada 2011 terdapat sebanyak 300 pelanggaran yang ditindak, belum termasuk yang tak diketahui.
Terkait tudingan Puar Junaidi terhadap Tanah Bumbu sebagai tempat maraknya penggunaan jalan umum untuk pengangkutan hasil tambang dan kebun, mendapat tanggapan dari beberapa tokoh masyarakat di Tanah Bumbu. Menurut mereka tudingan Puar Junaidi itu tak sepenuhnya benar. Karena menurut mereka pula, justru yang menjadi tempat maraknya penggunaan jalan umum itu adalah wilayah Kabupaten Tanah Laut yang bertetangga dengan Tanah Bumbu. Di wilayah Tanah Laut, siang maupun malam justru aktivitas pangangkutan hasil tambang berupa batubara dan bijih besi, dan kelapa sawit bebas hilir mudik, seolah disana tak berlaku Perda Nomor 3 tahun 2008 tersebut. Bahkan terdapat sebuah pos petugas yang terdiri dari pihak kepolisian dan Dinas Perhubungan yang dibangun disana, di wilayah Desa Asam-Asam Kecamatan Kintap, yang keberadaannya bukan melakukan penindakan malahan tampaknya memperlancar kegiatan pengangkutan.
Yang terasa agak aneh adalah, inti dari Perda Kalimantan Selatan Nomor 3 tahun 2008 itu adalah jelas-jelas berisi larangan terhadap aktivitas pengangkutan hasil tambang dan kebun. Nyatanya setiap hari selalu ditemukan truk-truk pengangkut kelapa sawit yang bebas melenggang di jalanan umum. Truk-truk tersebut bebas melenggang karena memperoleh "dispensasi" dari Gubernur Kalsel, Rudy Arifin, yang tak diberikan hak yang sama kepada angkutan tambang.
Adapun mobil operasional yang diadakan oleh pihak Pemprop Kalsel untuk pelaksanaan serta penindakan terhadap pelanggaran Perda tersebut, lebih banyak parkir. Salah satu unit yang terdiri dari Toyota Hilux jenis double cabin yang mestinya melakukan operasi rutin, justru tampak parkir di halaman Makoramil Batulicin Tanah Bumbu. Anehnya lagi mobil yang diperuntukkan penegakan Perda tersebut, berplat nomor TNI Angkatan Darat. Ada hubungan apa antara TNI Angkatan Darat dengan pihak sipil yang dalam hal ini Pemprop Kalsel. Apakah secara diam-diam TNI Angkatan Darat kembali melakukan dwifungsi-nya di daerah ?
Yang jelas duit rakyat yang dianggarkan untuk pelaksanaan Perda senilai Rp 3 milyar per tahun, cuma digunakan untuk wara wiri dan parkir saja, tak sesuai dengan hasil kerja selama 2011 hanya menemukan 300 pelanggaran, dan nyatanya pelanggaran tetap saja lalu lalang di depan mata.