Selama beberapa bulan terakhir aku selalu membeli bensin di pedagang eceran. Ini kulakukan karena di seluruh SPBU yang berada di wilayah Batulicin, ibukota Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel dan sekitarnya, selalu dipenuhi kendaraan bermotor yang antri panjang.
Bila aku tetap nekat juga ikut antri, maka sudah dapat dipastikan segala pekerjaanku menjadi tertunda dan tak selesai. Disamping itu janji yang telah aku buat dengan para narasumber untuk berbagai tulisanku di media massa, akan batal, dan aku bisa-bisa dianggap orang yang tak tepat janji.
Padahal baru saja kemarin, Rabu (18/4/12), diadakan Rapat Koordinasi Gabungan (Rakorgab) di gedung DPRD Tanah Bumbu antara pihak DPRD, Pemkab, Polres, para pengelola SPBU, serta instansi terkait yang membahas tentang tingginya harga BBM di pedagang eceran.
Hasil kesepakatan dari Rakorgab itu, pihak SPBU agar melakukan pembatasan terhadap pembelian BBM terutama jenis premium dan solar oleh kendaraan bermotor. Karena pembelian dalam jumlah banyak yang tak dibatasi mengakibatkan penyalah gunaan oleh pihak-pihak yang mengambil kesempatan, melakukan penumpukan untuk kemudian diperjual belikan dengan harga tinggi baik ke para pedagang eceran (untuk premium), atau ke para pelaku penambangan (untuk jenis solar).
Kesepakatan lainnya yang mendapat persetujuan dari forum Rakorgab adalah, untuk harga bensin eceran; dalam radius 0 - 5 kilometer dari SPBU terdekat, penjual eceran diharuskan menjual seharga Rp 5 ribu/liter. Radius 5 - 10 kilometer, seharga Rp 5,5 ribu/liter, sedangkan radius 10 kilometer lebih, seharga Rp 6 ribu/liter.
Kesepakatan tersebut oleh pihak DPRD Tanah Bumbu direkomendasikan ke Bupati Tanah Bumbu untuk dibuatkan Peraturan Bupati sebagai dasar hukum dan aturannya.
Ternyata, apa yang sudah menjadi kesepakatan tersebut belum juga berlaku. Hari ini harga bensin di eceran tetap tak juga turun, padahal seperti yang kita ketahui semua pemerintah batal menaikkan harga BBM bersubsidi.