Menurut catatan di Kepolisian setempat, Haji D ini sebelumnya sudah pernah tertangkap dan dihukum dengan kasus yang sama sebanyak 2 kali. Tak kapok rupanya si “Haji Narkoba” ini, selepas menjalani hukuman kembali menekuni pekerjaannya.
Tertangkapnya “Bang Haji” ini, setelah adanya pergantian jabatan Kapolres setempat. Menurut beberapa sumber, padahal Bang Haji ini memiliki koneksi dengan beberapa oknum di kepolisian setempat. Bang Haji selalu rajin setor upeti tiap bulan yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sebagai daerah dimana banyak terdapat perusahaan bidang pertambangan, kota kami dihuni oleh berbagai dan bermacam manusia dari hampir seluruh Indonesia. Adanya fasilitas hiburan yang cukup memadai, serta lokasi prostitusi, jadilah kota kami sebagai “lapak” empuk untuk berdagang Narkoba.
Ada hal yang seringkali menggelitik pikiran saya, mungkin ini agak “nyeleneh”. Saya pikir peredaran Narkoba itu semakin dilarang maka akan semakin mahal harganya, sehingga menggiurkan para pedagang dan pengedar untuk meraup untung banyak. Berjual Narkoba bukan lagi seperti jualan pisang goreng, tapi sudah jadi semacam bisnis dengan manajemen penjualan tersendiri, sampai-sampai berdagang melalui online, atau istilahnya Online Store.
Saya membayangkan andai Narkoba itu diperbolehkan dijual bebas seperti pisang atau kacang goreng, tentu harganya akan menjadi turun sangat drastis, dan para penjual maupun pengedar pun bukan mustahil akan ikut berkurang. Terus penggunanya ? Bisa saja para penggunanya pun akan ikut berkurang. Karena sesuatu yang dilarang menjadi semacam tantangan. Orang-orang yang berhasil melewati tantangan dengan melanggar larangan, cenderung menjadikannya sebuah kebanggaan.
Saya membandingkannya dengan peredaran Miras. Saya melihat di beberapa kota di pulau jawa dan sumatera, minuman keras jenis bir dijual bebas, sedangkan di kota kami dan di seluruh kota lainnya di Kalsel, bir dijual secara sembunyi, sangat sulit memperolehnya jika tak punya kenalan yang terbiasa beli.
Di kota kami sebotol bir berharga 3 kali lipat dari yang dijual di pulau jawa maupun sumatera. Itupun tetap dicari dan dibeli, barangnya sering habis pula.
Di beberapa kota yang menjual bir secara bebas dan terang-terangan, dengan harga terjangkau, pasti tak setiap orang disana membeli bir, meminumnya dan menjadi pemabuk. Para pedagang yang menjual bir disana bersikap biasa-biasa saja sama halnya seperti menjual barang dagangan lainnya. Mereka pasti tak bangga bisa menjual bir, apalagi mesti setor upeti ke para oknum kepolisian setiap bulannya.
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di tempat saya, para penjual bir yang sembunyi-sembunyi itu punya kebanggaan tersendiri, apalagi jika mereka lolos dari bayar upeti setiap bulannya.
Nah, kembali ke angan saya tentang Narkoba dijual bebas, disamping harganya akan turun drastis, belum tentu setiap orang ikut membeli. Pasti akan sangat banyak orang waras yang berpikir akan jauh lebih baik membeli beras, ikan, sayur, dan barang kebutuhan lainnya yang berguna ketimbang membeli Narkoba. Lagian para pengguna Narkoba pun tak akan lagi memiliki semacam kebanggan tersendiri dapat membeli dan menggunakan Narkoba, karena untuk mendapatkannya mudah serta harganya terjangkau oleh siapa saja.
Akhirnya, selamat memasuki era baru perdagangan bebas Narkoba. Bagi para pengguna semoga cepat sampai di depan pintu neraka.