Kicau burung tiba-tiba terhenti
Sorakan dan tawa riang anak-anak
berganti dengan teriakan yang mengejutkan hati...
Terngiang di telingaku
Tiap insan berlari 'tuk hindari amarah dunia
Tiap insan berteriak 'tuk hempaskan ketakutan yang ada
Dan tiap insan menangis 'tuk hempaskan beban di jiwa...
Pagi itu...
Kami terombang-ambing di tengah lautan
Kami berjuang untuk menyambung tali hidup ini
Luapan laut telah mematikan kota kami
Emosi dunia telah luluhlantakkan kota kami...
Kota kami tak seindah yang dulu
Kota kami telah menjadi lautan jenazah
Tanpa nama... Tanpa apa-apa...
Mati.. Rata.. Tak tersisa...
Pagi itu
Saat Dia Menyapa
Sosok mungil itu telah berjalan tak tentu arah...
Matanya yang sayu menjadi saksi bisu murkanya dunia
Tangannya yang lemah, seakan berkata...
"Masihkah ada seberkas harapan untukku..."
(Puisi ini aku tulis sewaktu bencana Tsunami di Aceh tahun 2004 yang lalu, sebagai wujud rasa empatiku..)