Dengan makin tenarnya Norman, kesibukan membuat dia lupa sehingga mangkir dari tugas selama 84 hari. Ini tentu jauh dari waktu yang diijinkan sebagai anggota Polri. Panggilan demi panggilanpun disampaikan hingga pada keputusan Pemecatan dengan tidak hormat tanpa kehadiran Norman. Kompas hari ini memberi judul "Dipecat, Norman Kamaru Lega". Lho, dipecat koq malah lega.
Mungkin secara perhitungan untung rugi, memang Norman lebih untung dipecat tanpa harus membayar semua biaya selama ini daripada harus mengganti semua biaya seandainya dia mengundurkan diri secara baik-baik. Namun di sisi lain, Norman lupa bahwa sikap yang hanya mementingkan diri ini jelas akan merusak citranya sendiri sebagai seorang pribadi. Mumpung ada yang membutuhkan, dia membuang begitu saja apa yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Bagi saya pribadi, jauh lebih salut jika Norman mengudurkan diri dan sedia membayar ganti semua biaya pendidikan selama ini daripada dipecat. Ketenaran seseorang suatu saat pasti menurun. Kalau sudah "tidak ada lagi" yang membutuhkan, saatnya dia yang membutuhkan orang lain atau sesuatu. Ini memberikan suatu pelajaran : Saat kita sedang naik daun, jangan begitu saja membuang orang atau apapun yang kita rasa sudah tidak butuh. Suatu saat, ketika kita sulit justru Tuhan memakai mereka untuk menolong kita. Membina hubungan jauh lebih baik daripada memutuskan hubungan.
Salut kepada Polri yang bersikap tegas dan sesuai dengan prosedur. Kiranya peristiwa Norman tidak mengurangi jumlah pengabdian anggota Polri saat ini. Bangsa dan Negara ini masih membutuhkan orang yang memiliki pengabdian yang tulus seperti anda semua.
by: Johan Kusmanto
www.imcmedia.org