Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Teori Belajar Konstruktivisme

1 Juli 2013   18:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:09 317 0
A. LATAR BELAKANG
Saya memilih SMP Negeri 2 Salawati ini karena sekolah ini lebih dekat dengan tempat tinggal saya dan merupakan tempat dimana saya menuntut ilmu semasa SMP. Sehingga secara tidak langsung akan dapat memudahkan saya dalam melakukan pengamatan juga wawancara.
Selain itu, menurut saya sekolah ini merupakan sekolah paling unggul di daerah tersebut. Sekolah ini menerima siswa dari kalangan manapun. Baik dari segi suku, jenis maupun agama. Siswa dari daerah paling jauh pun rela berjalan kaki. Ketika subuh tiba, mereka mulai bergegas berjalan menuju sekolah tersebut. Hal ini dilakukan demi menuntut ilmu ditempat tersebut. Ketika bermain pun semua siswa dianggap sama. Tidak ada yang memilih-milih teman yang hanya sesame suku. Semua disamaratakan. Tidak ada yang saling ejek dan mengucilkan.
Disamping itu, sekolah ini terkenal disiplin dan cukup rapi. Hal ini mungkin dikarenakan adanya tata tertib. Tata tertib ini memberikan sanksi yang cukup berat menurut saya. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan akan mendapat ganjaran yang mungkin setimpal. Secara tidak langsung, sekolah ini menganut sistem teori belajar konstruktivisme kerena penerapan yang dilakukan yakni siswa lebih banyak melakukan praktek, bukan hanya menerima teori.
B. LANDASAN TEORI

Menurut saya teori belajar yang cocok adalah teori belajar konstruktivisme. Karena teori ini menekankan pada bagaimana pesrta didik berfikir untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Pada teori ini peserta didik diharapkan dapat mencari solusi berupa idea tau gagasan dalam menyimpulkannya dengan membuat suatu keputusan. Sehingga peserta didik akan lebih mandiri, dewasa dan berkarakter.

C. PERBANDINGAN HASIL OBSERVASI DENGAN PARA AHLI
Dari hasil observasi saya, saya melihat pembelajaran dengan menerapkan teori ini sangat efektif dan membawa dampak yang benar-benar bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri dan juga orang lain yang mendidiknya seperti guru. Selain dapat membangun kepribadian yang baik, mereka mendapatkan wawasan yang lebih berkualitas serta memiliki mutu yang bagus dari hasil pengarahan guru, pengalamannya dan interaksi terhadap lingkunganya . Menurut para penganut teori ini, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Untuk membangu suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya melali berinteraksi social dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.
Menurut Nickson, pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme membantu siswa untuk membangun konsep-konsep dalam belajar dengan kemampuanya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep baru. Peran guru bukan pemberi jawaban akhir, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk pengetahuan. Sehubungan dengan penjelasan di atas, Tasker memberikan tiga penekanan. Pertama, peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua, pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga, mengaitkan antara gagsan dengan informasi baru yang diterima. Sedangkan Wheatley mendukung dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori ini. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif,tetapi secara aktif oleh stuktur kognitif siswa. Kedua, fungus kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki peserta didik. Penjelasan tersebut menekankanbagaimana pentingnya keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungan.

D. OBJEK YANG DI AMBIL
Dalam kesempatan ini saya mengambil sampel sebuah kelas dari sebuah sekolah yakni SMP NEGERI 2 SALAWATI yang mana adalah tempat saya menuntut ilmu semasa SMP. Di kelas ini menganut teori belajar konstruktivisme, siswa benar-benar dituntut untuk bisa mandiri dan memberikan pendapatnya dengan menggunakan kata-kata sendiri. Siswa di bimbing bagaimana cara menghadapi dan menyelesaikan masalah. Kami tidak dibiarkan pasif melainkan di ajarkan untuk aktif dengan mendapatkan arahan dari guru. Disini kami diajarkan untuk memberikan ide yang kami miliki dengan baik saat berdiskusi. Misalnya, pada saat kami belajar bahasa indinesia kami diajarkan bagaimana cara berdiskusi yang baik dan kami dilatih untuk bisa menyampaikan ide yang kami miliki dengan menggunakan bahasa kami sendiri tentunya dengan bahasa yang baik dn sopan serta tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

Kami juga diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman yang kami miliki dengan waktu yang cukup agar kami lebih kreatif dan imajinatif. Kami diberi kesempatan untuk mencoba gagasan baru yang mungkin baru kami ketahui. Diberikan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang kami miliki dengan tujuan agar pengetahuan kita lebih luas luas dan dapat dikembangkan. Sehingga kami dapat merubah gagsan yang mungkin kurang tepat. Tentunya dengan menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif.

Dengan pengajaran yang demikian, kami dapat belajar mandiri dengan adanya kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Apalagi dengan adanya dukungan fasilitas yang memberikan kemudahan belajar agar kami dapat berlatih dengan optimal.

E. HASIL

Dari tahapan-tahapan yang telah saya lakukan sebenarnya siswa bukanlah seperti kertas kosong dimana guru bisa secara bebas membentuk pengetahuan siswa, tapi siswa merupakan manusia yang sudah memiliki pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman di lingkungan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan, bukanlah menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.

Dalam teori ini, sebenarnya siswalah yang mempunyai peranan pentingdalam belajar. Sedangkan guru, menempatkan dirinya sebagaimana diperlukan oleh siswa dalam proses memahami dunianya.misalnya saja guru mendorong siswa memiliki rasa ingin tahu dan keinginan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Pada waktu tertentu, guru membiarkan siswanya menyesuaikan dan berpetualang sendiri dengan lingkungannyadengan mencari buktinya sendiri. Guru cukup memberikan support dan arahan saja.

Dalam menerapkan teori konstruktivisme dalam belajar, dapat dilakukan dengan menggunakan tahap-tahap tertentu. Misalnya, tahap pengenalan yang merupakan pemberian hal-hal yang nyata seperti menilai siswa dengan memberikan kompetensi dasar dan hasilnya akan menunjukkan apakah siswa telah memenuhi tahap tersebut. Apabila siswa telah menguasai kompetensi dasar secara benar, guru dapat menilai sejauh mana minat, potensi dan kebutuhan dalam penguasaan kompetensi dan maju pada tahapan selanjutnya yakni tahapan pendalaman. Bila telah dilaksanakan, akan terdapat perilaku yang otomatis bertindak sebagai perwujudan kompetensi. Selanjutnya, pada tahap pengayaan siswa memperoleh variasi pengalaman belajar. Terus berlatih menjadi kesimpulan untuk mendalami dan memperkaya kompetensi.

Jadi, siswa perlu belajar aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi atau menbangun pengetahuannya dan sebaiknya prinsip dalam pembelajaran tetap dalam bimbingan guru. Selain itu, strategi pembelajaran perlu mengkondisikan siswa untuk menemukan pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.

F. KESIMPULAN
Dengan demikian, dapat diketahuai bagaimana konsep teori belajar konstruktivisme dimana pengetahuan dan pembangunan diri peserta didik adalah berasal dari dirinya sendiri. Pendidik hanya memberikan bantuan berupa bimbingan dan arahan. Selain itu, pengembangan karakter peserta didik sebenarnya dirinyalah yang beperan aktif mewujudkannya. Tinggal bagaimana cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang pendidik, hanya akan berfungsi bila diperlukan, yakni sebagai penuntun, pembangun semangat dan kepercayaan diri. Kesalahan peserta didik semata-mata dianggap sebagai pengalaman yang paling berharga. Bukan sebagai sebuah keputus asaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun