“Merdeka..!”Terdengar suara pekik kemerdekaan itu dengan lantang di sebuah lahan persawahan yang berada dekat kawasan pembangunan Padang Golf. Walaupun panas terik matahari siang membakar , kedua petani itu tetap mengibarkan Sang Saka Merah Putih dengan penuh semangat di tengah ladang persawahan mereka. Itulah Daeng Unjung (43) dan Daeng Sila (46), begitu panggilan akrabnya. Dua orang petani di Desa Pallatikang Kecamatan Patallassang Kabupaten Gowa. Walaupun mereka berdua hanyalah sebagai petani,yang saat ini belum merasakan nikmatnya kemerdekaan secara substasial. Namun, dengan semangat juangnya yang begitu besar sebagai rakyat Indonesia, mereka dengan ikhlas menyambut dan memperingati HUT Kemerdekaan yang ke 66 Tahun. Ketika hampir sebagian besar lahan masyarakat petani di desanya telah alih fungsikan menjadi padang Golf Internasional, Daeng Unjung dan Daeng Sila justru menunjukkan semangat kemerdekaan itu dengan mengibarkan bendera Merah Putih di lahan mereka yang masih saat itu masih tersisa. Sungguh besar baktinya kepada negeri Indonesia tercinta meskipun makna kemerdekaan yang seharusnya mereka nikmati, belum mereka rasakan
Setelah mereka berdua selesai mengibarkan bendera merah putih tersebut. Saya menghampiri mereka dan langsung mengajaknya berdiskusi. Tiba-tiba saja Daeng Unjung memberikan pernyataan bahwa :
“Sebagai petani yang juga rakyat Indonesia, Negara harus melihat bahwa keselamatan ummat manusia sangat ditentukan oleh usaha pertanian yang dilakukan oleh para petani sebagai penghasil pangan sekaligus sebagai pejuang pangan. Setidaknya ada hikmah yang terkandung dalam memperingati kemerdekaan yang tiap tahun di dengungkan oleh Negara kita. Yakni setidaknya melindungi dan memenuhi hak-hak petani yang merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri. Namun kenyataannya pelanggaran terhadap hak asasi petani sebagai manusia masih terus terjadi. seperti contoh yang terjadi di Desa Pallantikang ini, berbagai pelanggaran terhadap hak-hak petani terus berlangsung sejak dahulu sampai saat ini. Dimanakah letak kemerdekaan itu yang setiap tahun di peringati oleh Negara ketika lahan kami sebagai tempat bercocok tanam dan menggantungkan hidup dari hasil bercocok tanam, lalu di ambil alih oleh pemerintah untuk lapangan golf. Belum lagi lahan yang berada di sekitar sana, yang akan di jadikan kawasan satelit”. Jelas Daeng Unjung.
Selanjutnya Daeng Sila menambahkan, “perjuangan kaum tani tak pernah padam, salah satunya dalam bentuk memperingati hari kemerdekaan yang jatuh hari selasa ini 17 Agustus 2011. Tanpa rasa gentar sedikitpun saya dan kawan-kawan petani sangat merasakan akibat dari berbagai kasus pelanggaran hak-hak asasi petani yang terjadi di desa ini, lihatlah kini masyarakat yang hidup sebagai petani dalam keadaan kelaparan dan kekurangan gizi. Hal tersebut disebabkan sumber-sumber yang ada di sektor pertanian telah banyak dikuasai segelintir perusahaan, bahkan pemerintah terus melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan transnasioanl. Petani tidak lagi memiliki kebudayaan yakni hilangnya kearifan lokal yang turun temurun dalam mempertahankan dan memperjuangkan pertanian dan kehidupannya. Peran petani semakin terpinggirkan sebagai basis ekonomi kerakyatan di pedesaan”.
Lalu saya menambahkan,“Memang, pelanggaran hak asasi petani di negeri yang terbilang agraris ini semakin sering terjadi karena tidak adanya kebijakan-kebijakan yang secara khusus melindungi dan memenuhi serta menegakkan hak-hak asasi petani. Dan Saya sebagai aktifis LSM yang menaungi para petani, menganggap sudah saatnya dikeluarkan konsensus Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Petani. Lembaga kami Petani Center secara aktif akan memperjuangkan terciptanya konsensus tersebut. Sebagai sebuah tuntutan Kemerdekaan bagi kaum tani yang tak pernah padam. Sangat pas untuk kita bangkitkan semangat dan nilai-nilai perjuangan dengan momentum hari kemerdekaan bangsa ini”.
Saya menambahkan lagi, “wahai sahabatku seperjuangan : “Daeng Ujung dan Daeng Sila, “lihat saja”, “begitu banyak kasus sengketa lahan pertanian dan berbagai ketimpangan atas penguasaan sumber daya alam di negeri kita adalah gambaran fakta dari persoalan reformasi agraria yang terjadi dimana-mana hingga saat ini”. “Salah satu penyebabnya adalah pemerintah daerah, bukan karena mereka jahat tetapi mereka tidak punya kepedulian kepada petani, dengan begitu mereka tidak memahami dan tidak mau paham soal “Undang-Undang Pokok Agraria” yang di dalamnya memandatkan pembaruan agraria”. “Sengketa tanah yang banyak terjadi akhir-akhir ini karena PEMDA lebih mementingkan investor dari luar untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah ketimbang masyarakat khususnya petani yang butuh tanah”. “Banyak izin-izin untuk usaha Perkebunan dan Kehutanan di atas tanah-tanah yang telah dikuasai oleh rakyat, karena pemerintah menganggap itu adalah tanah-tanah Negara”. Ujar saya.