Beberapa hari yang lalu, Harian Kompas versi cetak memberitakan tentang terjadinya pergeseran arah kiblat (kompas, 16 Juli 2010). Sehingga menuai kontroversi dari beberapa elemen masyarakat khususnya mayoritas muslim yang ada di negeri ini. Namun bagi saya hal tersebut sangatlah wajar dan manusiawi, mengapa saya katakan begitu? karena secara substansi mereka dalam menjalankan ibadah khususnya sholat masih berkutat pada persepsi-persepsi yang ada dalam pikiran mereka. Mereka masih berpandangan bahwa agama itu adalah sebuah rutinitas yang wajib dilakukan tanpa mengetahui persis apa makna hakikat dari ibadah yang mereka lakukan. Seperti itulah kerancuan-kerancuan spiritual yang dikhawatirkan akan memberikan dampak yang besar dalam kehidupan manusia.
Kebingungan itu terlihat kecil. Namun dari perspektif spiritual bahwa telah terjadi kesalah- kaprahan dalam beragama maupun spiritual. manusia menjadi bingung karena dibingungkan oleh berbagai penafsiran-penafsiran yang mereka buat. Atau taruhlah bingung karena hasil itu adalah hasil dari cipta karsa manusianya sendiri yang selalu mengandalkan dan mengedepankan logika, akal dan ilmu pengetahuan. Tanpa mau menyadari bahwa ada unsur spiritual yang terkandung di dalam diri manusia itu. Contoh yang sangat kecil saja, kembali ke persoalan arah kiblat. Bahwa Rasulullah SAW, sejak 1500 tahun lalu memberikan contoh bahwa sholat wajib menghadap kiblat (secara tersurat – menghadap ka’bah). Dan secara tersirat beliau mengatakan "Baitullah Qalbu Mukmin". Tuhan itu ada di dalam diri orang-orang yang beriman. Seperti itulah keteladanan beliau yang di wahyukan hasil dari pengalaman-pengalaman spiritual yang sangat tinggi. Dan hingga sampai hari ini seluruh umat muslim di seluruh dunia pun masih setia mengikutinya dengan seksama dan penuh ketelatenan.