Aku memasukkan beberapa pakaian dalam ransel dengan pelan-pelan. Seperti maling yang menjaga agar tidak terjadi suara. Untuk terakhir kalinya aku ingin mencium kening kedua anakku. Saat aku membuka pintu kamarnya, wajahnya yang polos pulas menarikku seperti magnit. Namun langkahku berhenti di pintu yang belum lebar menguak. Aku takut kalau tak dapat melangkah keluar lagi dari kamarnya. Aku cepat-cepat menutup pintunya kembali.
KEMBALI KE ARTIKEL