Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Musim Pemimpin Marah-marah

12 Mei 2014   18:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36 40 0
Walikota Surabaya, Jawa Timur, Ibu Risma,  naik pitam kepada panitia penyelenggara bagi-bagi es krim gratis. Sebab,  Taman Bungkul kebanggaan warga Surabaya itu rusak parah terinjak ratusan orang yang hadir di sana. Dengan demikian, Risma mungkin masuk posisi kedua  dalam daftar salah satu pemimpin daerah yang marah di depan publik, dan masuk televisi pula.  Sebelumnya,  posisi pertama diduduki oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.  Mantan anggota DPR ini  terbilang rajin naik pitam tak peduli tempat dan waktu.  Posisi ketiga mungkin ditempati oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang marah kepada petugas jembatan timbang. Sama seperti Risma dan Ahok, kemarahan Ganjar juga masuk koran dan televisi.  Saya tidak bisa membayangkan, saat kemarahan itu tampil di layar kaca, apakah para  pemimpin itu akan tertawa cekikin, sedih atas kemarahan sendiri atau mungkin malu? Ya, memang agak sulit bagi saya menebak perasaan mereka.

Tapi yang jelas, saat ini kita sedang memasuki era "pemimpin marah-marah". Semakin hebat marahnya, apalagi yang dimarahi adalah anak buah atau stafnya, akan semakin baik, tentu saja harus ada wartawan yang meliput agar kemarahannya tergambar dengan jelas.  Pada saat yang sama kita juga memasuki era "pemimpin yang rela turun ke tengah masyarakat" yang sering disebut blusukan. Semakin sering seorang pemimpin blusukan semakin bagus dan dekat bersama rakyat.  Pemimpin yang klimis dan wangi, tanda bahwa dia hanya duduk manis di belakang meja. Begitulan kita berpandangan  saat ini.

Apa yang terjadi pada sosok pemimpin saat ini, seperti membalikkan pandangan masyarakat sejak ratusan tahun silam.  Sebab dulu, pemimpin itu sering digambarkan arif dan bijaksana, salah satunya bisa bertindak tepat tanpa harus menimbulkan kegaduhan. Jadi, pemimpin sering dituntut bisa menahan kemarahannya di hadapan banyak orang. Tapi harus mampu meyakinkan orang sekitarnya agar bertindak sesuai kepentingannya. Bahasa lainnya, eleganlah. Dalam kitab lama "Hikayat Pocut Muhamat" dalam soal mempengaruhi orang digambarkan sebagai," kalau ia bicara (suaranya) naik turun seperti gelombang laut. Setiap soal dijawabnya, tepat penjelasannya. Ia pandai meyakinkan orang menuruti dirinya."

Menurut pujangga lama asal Riau Raja Ali Haji, bahkan pemimpin itu harus punya sifat humoris bukan yang gampang marah.  Dan tentu saja masih banyak cerita masa lalu yang menggambarkan seorang raja atau pemimpin yang tanpa banyak cakap namun sekali bertitah, seluruh rakyat akan menaatinya.

Tapi itu kisah masa lalu. Zaman telah berubah. Orang-orang tidak lagi percaya pada sekali saja ucapan pemimpin, sebab mereka terlalu sering ingkar janji. Perkataan pemimpin pun tak lagi bertuah.  Itulah sebabnya, pemimpin saat ini harus memperlihatkan urat marahnya, agar tampak bahwa apa yang mereka katakan adalah benar dan tak ingin berkhianat pada rakyat.  Marah di hadapan anak buah dan rakyat, bukti bahwa pemimpin sedang bekerja.      Dan kita sebagai rakyat pun menyaksikannya dengan rasa senang.  "Ya bagus begitu, itu tanda pemimpin yang benar. Teruslah marah, agar rakyat semakin senang," itulah komentar di hati kita saat menyaksikan para pemimpin yang sedang mengamuk itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun