Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Memaknai Musibah dalam Pandangan Seorang Muslim

19 Desember 2014   13:15 Diperbarui: 4 April 2017   17:05 2389 0
Hampir satu dasawarsa terakhir ini kita mengalami krisis multidimensi yang merambah di hampir semua sektor kehidupan, diikuti bermacam musibah yang silih berganti datang hampir setiap tahun, tak terkecuali di tahun 2014 ini. Musibah yang sangat mengerikan akibat longsornya bukit setinggi hampir 100 meter yang mengubur habis dusun Jemblung, kecamatan Karangkobar, kabupaten Banjarnegara.

Sampai hari kelima rabu (17/12/2014)korban yang dapat dievakuasi baru mencapai 83 orang dari seluruh jumlah penduduk desa Jemblung yang tewas terkubur. Kenapa musibah longsor dapat terjadi di dusun Jemblung, Karangkobar , yang menimpa kepada sebuah desa yang relative tenang jauh dari hiruk pikukpara manusia yang saling memperebutkan kekuasaan dan harta.
Musibah apapun yang menimpa kepada umat manusia hakekatnya adalahdiakibatkan oleh ulah manusia baik yang disengaja maupun yang tidak. Bencana banjir, gempa bumi, tanah longsor, penyakit busung lapar, wabah penyakit ebola yang sudah menewaskan lebih dari 3000 orang, wabah AID yang mendera hampir diseluruh negara di dunia,kecelakaan pesawat udara yangsangat dahsyat, musibah kapal tenggelam, sampai dengan musibah kesurupan masal, semua musibah-musibah tersebut sudah banyak memakan korban jiwa manusia dan harta benda.
Sedemikian banyaknya jenis musibah yang mendera kepada kita, sehingga sulit bagi kita untuk menyebutkannya secara terinci satu demi satu. Bagi umat Islam bagaimana mensikapinya terhadap musibah dan bencana yang menimpa kepada saudara-saudara kita yang ada di Karangkobar maupun saudara-saudara kita di tempat lain dipenjuru Nusantara. Dalam tulisan ini tidak secara khusus mengupas dan mencari jawaban dari penyebab terjadinya musibah, akan tetapi bagaimana seharusnya sikap kita didasari atas jiwa keimanan seorang muslim.

Pertama: Kata “musibah” yang dimaksudkan disini adalah bencana sebagai suatu peristiwa menyedihkan yang menimpa, namun demikian ada beberapa pengertian berkenaan dengan kata musibah yang berarti fitnah (fitnah dalam pengertian bahasa arab) , musibah berarti bala, dan musibah yang berarti azab.

Musibah itu secara kebahasaan adalah apa yang menimpa, apa yang mengenai terhadap sesuatu bisa apa saja, semisal seseorang menembak dengan peluru, dan pelurunya tepat mengenai sasaran, dan peluru yang tepat mengenai sasaran itulah musibah.Musibah itu apa yang menimpa/mengenai sehingga dapat berkonotasi baik dan dapat pula berkonotasi tidak baik.

Dalam terjemahan al-Qur’an surat an-Nisa ayat 79, disebutkan bahwa:“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplahAllah menjadi saksi”.

Jadi musibah itu bisa baik dan bisa juga tidak baik, hanya saja pengertian secara umum musibah itu selalu dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik. Oleh sebab itu ta’rif musibah adalah “kullu makruhin yahullu bill insane” atau segala sesuatu yang tidak disukai yang menimpa diri manusia.

Kedua”musibah sebagi fitnah, fitnah dalam pengertian kebahasan al-Qu’an bukan fitnah dalam pengertian bahasa Indonesia. Kalau dalam bahsa Indonesia yang umum dipahami selama ini fitnah adalah berita yang tidak ada dasarnya atau tuduhan yang tidak ada buktinya.

Sedangkan dalam konteks al-Qur’an yaitu dalam surah al-Anbiyaa ayat 35:” Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. Jadi kata fitnah adalah ujian, ini sama artinya dengan bala, fitnah dan bala itu dapat berupa yang baik (kenikmatan) dan dapat pula berupa penderitaan “bissyarri wal khairi”.

Ketiga” musibah dalam pengertian azab. Para ulama mengatakan,pertama azab adalah “setiap yang dirasakan berat oleh manusia”. Kedua, ada pula yang mengartikan azab sebagai suatu hukuman akibat perbuatan, jadi berupa balasan dari perbuatan yang tidak baik. Azab dalam pengertian kedua ini terbagi menjadi dua jenis, yakni:

pertama(1): yang bersifat membinasakan, sebagai hukuman yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu yang tidak percaya, dan tidak mau mengikuti seruan para Nabi. Mereka dihabisi oleh Allah. Menurut para ulama azab jenis ini sejak zaman Nabi Musa as sudah tidak ada lagi.

Kedua (2): azab yang mempunyai arti musibah sebagaimana tersebut diatas.

Telah diketahui bahwa umat Nabi Muhammad saw di dunia ini ada yang percaya dan taat, dan ada pula yang tidak percaya dan menentang, yang dikenal dengan sebutan “ummatud ijabah dan ummatud dakwah. Sehingga umat Nabi Muhammad saw sekarang ini tidak lagi diazab dengan azab yang membinasakan (azab isti’shal), yang ada adalah azab dalam pengertian musibah.

Mengapa demikian, hikmahnya umat-umat terdahulu dibinasakan oleh Allah swt karena akan dijadikan suri tauladan menjadi I’tibar bagi umat-umat yang akan datang. Sedangkan umat Nabi Muhammad saw adalah umat terakhir, jadi tidak ada umat yang menjadi I’tibar untuk umat berikutnya, oleh sebab itu umat Nabi Muhammad saw tidak lagi diazab dengan azabul isti’shal, tetapi dengan pengertian musibah saja.

Setelah kita mengetahui pengertian yang berkaitan dengan musibah, maka selanjutnya perlu mengetahui terlebih dahulu apa kira-kira fungsi dan hikmah musibah yang diturunkan Allah swt kepada kita. Sehingga dengan mengetahuinya akan menjadikan setiap kaum muslimin bertambah imannya, bertambah semangatnya dalam beribadah, tidak selalu dirundung kesedihan, keputus asaan, apalagi menjadi lalai bahkan sesat mencari alternatif-alternatif yang bertentangan dengan syari’at agama.

Ada beberapa hikmah dari Allah swt memberikan ma’na musibah kepada kita:

Pertama, sebagai penguji iman:”sebagai contoh, ketika umat Islam pada periode pertama, hjrah dari kota Mekah ke Medinah mereka mengaku sudah beriman, mereka diperintah Allah untuk berhijrah. Ditengah perjalanan mereka dihadang oleh orang-orang kafir yang hendak membunuhnya, bahkan sebagian dari mereka benar-benar terbunuh.

Mengalami hal yang demikian ini sebagian umat Islam ada yang menggerutu merasa kesal:” kani ini sudah beriman masih juga dibunuh oleh orang-orang kafir” seolah-olah mereka memprotes Allah swt, akhirnya turunlah surah al-Ankabut ayat 1-3:

”Alif Laam Miim” Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)mengatakan kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui prang-orang yang dusta”.

Kedua untuk meningkatkan derajat seseorang. Ada sebuah pertanyaan dari seorang sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqosh kepada Rasulullah saw” Wahai Rasulullah mana manusia yang paling pedih ujiannya di dunia? Rasulullah menjawab:” Yang paling pedih ujiannya di dunia adalah para Nabi kemudian para Salihin kemudian para ulama dan kemudian orang-orang yang mirip dengan ulama”. Ini artinya semakin tinggi kualitas dan keimanan seseorang semakin tinggi pula tingkat ujian hidupnya.

Kita lihat misalnya Nabi Adam as ketika masih pengantin baruharus dipisah oleh Allah, Nabi Yunus as harus dimakan ikan, jadi kalau hendak dipikirakan secara emosional mengapa Allah membiarkan Nabinya dimakan ikan. Kalau menurut hawa nafsu manusia mengapa tidak yang jahat saja dimakan oleh gendruwo, kenapa tidak si koruptor saja ditenggelamkan ke sungai, kenapa bukan Presiden Bush saja yang ketabrak obil dan seterusnya.

Nabi Musa as saat masih bayi dibuang ke sungai kemudian ditemukan oleh keluarga Fir’aun. Nabi Yusuf dijeburkan kedalam sumur, Nabi Muhammad mendapat terror, sehingga umat islam hijrah ke Habasyah sampai dua kali, Nabi Muhammad hijrah ke Thai’if dilempari batu sampai berdarah-darah.

Ada hadits (riwayat Ibnu Majah dan Imam Thabrani) yang menyatakan: “besarnya pahala tergantung besarnya ujian”. Artinya, semakin tinggi tingkat seseorang semakin dekat dengan Allah semakin tinggi ujiannya, ibarat pohon semakin tinggi maka semakin kencang angin yang menerpanya.

Ketiga, musibah itu sebagai pensuci dosa. Ada contoh kisah menarik ketika Rasulullah datang menengok seorang badui yang sedang sakit panas dan Rasulullah saw berkata:”sakitmu itu sebagai penyuci dosa-dosa”. Ada hadits riwayat Imam Tirmidzi yang menyebutkan bahwa : “orang mu’min dan mu’minat tidak akan terlepas dari ujian/bala baik pada dirinya, anaknya atau hartanya sampai ia bertemu dengan Allah tanpa ada kesalahan dan dosa sama sekali”.

Yang keempat, musibah sebagai penghapusan dosa (kaffarah), ada yang berbentuk kaffarah (penghapusan dosa), ada yang berbentuk affian (maaf, pembebasan, penghilangan), dan maghfirah (ampunan). Kaffarah adalah yang paling rendah, sedangkan maghfirah adalah bentuk yang paling tinggi.

Kaffarah caranya bermacam-macam a.l:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun