Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

80 Coret, antara Derita dan Realita

12 Desember 2009   18:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58 170 0
Aku terjepit diantara penumpang yang berjubel dan bergelantungan di besi langit-langit bus 80 Coret, bus yang biasa mengantarkanku ke kampus. Postur tubuh asiaku terombang ambing di tengah orang-orang Mesir dan beberapa orang Afrika yang kebanyakan bertubuh tinggi besar, dan berkulit tidak putih tentunya. Panasnya udara musim panas terus memompa keringat para penumpang agar terus keluar. Dan baunya, huh, tentu saja tidak harum kompasianer. Apek. Sumpek. Sementara sang kondektur terus berteriak, ``Hush.. ya brins..! Hush.. ya asthah..! Hush.. ya andunisyi..!´´ Kondektur berkepala plontos itu terus berteriak dan menghardik, sambil mengacung-acungkan tangannya, menyuruh para penumpang agar terus bergeser ke dalam, sementara untuk memjejakkan kaki saja bus ini kayaknya sudah tidak mempunyai ruang lagi. `` Huh, benar-benar kondektur yang tak berperasaan´´ Umpatku dalam hati, kesal. 80 Coret sialan..!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun