Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Liburan Boleh Senang, tapi Empati Jangan Hilang

26 Desember 2017   11:53 Diperbarui: 26 Desember 2017   12:37 509 0
Hidup di jaman serba instan saat ini ternyata mampu menghilangkan rasa sosial dalam diri seseorang, salah satunya adalah empati.
Penulis akan menceritakan salah satu pengalaman hilangnya empati masyarakat setelah liburan di kota Apel Malang, Jawa Timur. Moda transportasi yang kami pilih saat itu untuk menuju dan kembali dari kota Malang adalah kereta api. Faktor efisiensi waktu dan biaya murah jadi penentu pengambilan keputusan pemilihan moda transportasi kereta api saat liburan.

Penumpang yang menggunakan kereta saat liburan tentunya banyak sekali. Lihat saja penumpang yang ada di stasiun. Kami berangkat dari Stasiun Surabaya Gubeng dan berhenti di Stasiun Kota Malang. Begitu pun sebaliknya, kembali dari liburan kami naik kereta dari Stasiun Kota Malang dan turun di Stasiun Surabaya Gubeng. Saat kembali inilah ada satu sisi kemanusian yang kami rasa mulai pudar.

Diantara pembaca mungkin pernah singgah di Stasiun Kota Malang, stasiun ini tepat berada 300 meter di sebelah timur Alun-alun Tugu Malang. Kami memilih kereta Mutiara Selatan di jam 16.30 WIB untuk menuju Surabaya. Agar tidak ketinggalan kereta, kami sampai di stasiun pukul 15.30 WIB. Saat itu stasiun cukup padat dengan mayoritas penumpang yang mau naik kereta Malabar (keberangkatan 16.00) dan Mutiara Selatan. Suasana ruang tunggu pun penuh dengan penumpang yang membawa barang bawaan berupa barang-barang pribadi dan oleh-oleh khas kota Malang.

Kursi ruang tunggu yang harusnya dipenuhi penumpang, kami lihat di beberapa bagian diduduki juga oleh barang-barang bawaan para penumpang tersebut. Entah karena tidak ingin barang bawaanya menyentuh lantai atau karena tidak ingin privasinya terganggu, para penumpang yang sudah kehilangan rasa empati ini cuek begitu saja tanpa mempedulikan banyak penumpang lain yang juga ingin duduk. Mereka yang duduk tersebut memilih menyibukkan diri dengan mengobrol dengan teman duduk sebelahnya atau pura-pura acuh dengan memainkan gadgetnya. Padahal penumpang lain juga tampak membawa barang bawaan yang cukup banyak.

Faktor stres fisik bisa menjadi penyebab mulai hilangnya rasa empati pada para penumpang ini.
Rasa lelah sehabis jalan-jalan dan liburan, ditambah dengan beban barang bawaan yang cukup berat, rasanya sudah cukup untuk membuat seseorang malas memikirkan kondisi orang lain di sekitarnya. Penumpang yang sudah mendapat kursi duluan mungkin didera lelah dan memilih istirahat atau ngobrol atau main gadget tanpa melihat kondisi sekitar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kanada dan Amerika bahwa stres merupakan alasan mengapa kita sulit untuk berempati dengan orang yang tidak kita kenal. (Sumber : http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/01/150116_iptek_stres_tidakbisaempati)

Cerita ini mungin hanya sepele tapi menurut kami sebagai orang Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, sudah selayaknya juga bisa menunjukkan rasa empati untuk hal-hal kecil semacam cerita ini. Meletakkan barang bawaan di bawah dan memberi kursi duduk yang masih kosong untuk penumpang lain sebenarnya hal yang ringan tapi bisa membuat beban orang lain juga menjadi ringan dan orang tersebut juga akan senang. Mari menjadi bangsa Indonesia yang ramah untuk semua orang

Note :
Empati berasal dari bahasa Yunani,dari kata em dan phatos. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, empati berarti keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun