Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Melankolia Penebusan Sang Juru Selamat

24 Desember 2014   23:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:31 118 4
Pilatus bertanya lagi, dengan mimik sungguh-sungguh memaksakan tudingannya.

"Engkaukah raja orang Yahudi?"

Pria na'as itu tetap tidak bergeming, mukanya masih tetap menunjukkan betapa dirinya bukan yang mereka maksudkan. Pilatus berputar dan melihat kembali wujud pria kumal berdebu tersebut. Tidak tampak sekali wajah yang menunjukkan semangat penyebaran.

Malam itu, Jumat 6 April 30 Masehi, Pilatus memastikan bahwa tidak ada sedikit sisa-sisa pembangkangan di hadapan pemuka yahudi. Pria na'as itu akhirnya hentak oleh rasa sakit saat dipaksa berjalan dari Petrorium Romawi sampai bukit Golgota

Malam yang panjang,..sangat panjang. Angin yang menindih dengan segenap perih yang menyengat saat bantalan tanganya meneteskan darah. Desiran angin merambah mukanya.

"Tuhan..."

Dia terbatuk, giginya yang sebagian goyang karena dihantam oleh gagang tombak pasukan Romawi menyisakan perih menderu.

"Tuhan, Tuhanku, wahai Engaku Tuhanku....mengapa Engkau tasbihkan aku dalam rasa sakit dan kesendirian dan Engkau melacurkan kebenaran yang aku sunggi selama ini. Mengapa Engkau berpaling dariku."

Para Yahudi berpacu dengan Sabat yang akan memenjarakan keduniaan mereka. Segenap kegaduhan berlanglang buana. Tinggal 2.5 jam lagi waktunya. Mereka gundah!

"Pilatus, tidakkah engkau merasa perlu memastikan dia untuk kematiannya, patahkan dan remukkan tulang tempurungnya itu."

Mereka menunjuk ke arah kayu yang menjadi sandaran antara perih di tangan dan rasa kelu yang sangat.

"Apa yang kalian sasar! Apa yang kalian inginkan? Kematian bukan? Lihat! Lihatlah dengan pasti betapa dia telah menjatuhkan dagunya, janggutnya telah menempel di dadanya. Tiada degup iman bergemerincing dibalik tulang dadanya."

Cras! Seseorang hulubalang meraung dan menghunjamkan ujung tombaknya yang lancip dan menancap di lambung kanan. Darah dan sisa-sisa air minum yang sempat mengalir dua hari sebelumnya menetes. Kain coklat lusuh yang telah penuh darah dan kotoran perut, basah.

Dua pria dari kaum terpinggirkan tersebut merapat.

"Wahai Pilatus, sekiranya kematian telah datang dan engkau pun yakin, sudilah kiranya kami diberikan kesempatan untuk memuliakannya untuk terakhir kali?"

Pasukan Romawi mencabut tangannya dengan kasar. Tetesan darah segar masih mengucur. Kaki yang belum sempat dirusak oleh hulubalang itu sedemikian kisut.

*****

Maria menangis, tangannya dengan gemetar terlumuri oleh minyak. Rambut pria itu dia sapu pelan-pelan, sepenuh cinta. Sabat yang menutup pintu-pintu rumah telah boleh dibuka. Bergemetaran dengan segenap cinta wanita itu melihat untuk kesekian kali. Kain lenan yang wangi oleh rempah-rempah menjadi kain yang patut. Dua wanita yang lain masygul melihat sebujur badan yang penuh luka. Bibir yang kering. Kening yang tergores dalam oleh dur-duri besi.

Kuburan itu menjadi saksi cinta kasih mereka. Rempah-rempah yang hangat telah membangunkannya.

"Berikan air itu, tiga hari yang panjang memagut dan mengeringkan paru-paru. Hantarkanlah Maria!"

*****

Yusuf, Maria, Salomee dan Nikodemus menyunggi rasa syukur yang luar biasa. Kekuatan rasa yakin yang mengikat erat telah memberikan spirit. Pria itu tersenyum, rencana pelarian telah mereka susun.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah pembantu-pembantu Allah sebagaimana 'Isa putera Maryam berkata kepada para sahabatnya: Siapakah pembantu-pembantuku untuk Allah?; Sahabat-sahabatnya berkata: Kamilah pembantu-pembantu Allah; Maka sebagian dari Bani Israil itu beriman dan sebagian lagi ingkar. Maka Kami bantu mereka yang beriman terhadap musuh-musuhnya. Maka jadilah mereka orang-orang yang menang."[QS. Ash-Shaff : 14]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun