Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Apa Saja Sih Kategori Seni yang Islami?

20 Desember 2013   17:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 91 0
Semalam, ketika saya nangkring di hik (semacam angkringannya diwilayah solo) bersama teman yang asalnya dari Jepara, telinga saya menangkap obrolan lucu oleh teman saya dan temannya yang berjumpa di hik tersebut. Temannya teman saya itu bertanya pada teman saya .



“eh aku mau ke jepara. Main-main sambil nyari alat musik. Kira-kira aku nyarinya disebelah mana ya?”



“kalau nyari alat musik aku ndak tau tepatnya. Tapi kalau tempat untuk nyari kerajinan tangan, biasanya di Tahunan. Mungkin ditempat itu ada. Mau nyari alat musik apa to?”



“ alat musik islami. Ya kayak rebana lah ato gambus”.



“ ya coba aja dulu cari ditempat itu. Siapa tau ada”.



Dengan mendengar obrolan itu, saya senyum geli dalam hati sambil menikmati nasi sambel teri dan gorengan tempe. Pasalnya, “alat musik yang islami” itu lho. Saya jadi mengira-ngira bahwa rebana dan gambus dikatakan sebagai alat musik islami karna biasanya dipakai untuk mengiringi dendang shalawatan dan sebagainya, atau karna alat tersebut berasal dari negri padang pasir sana.

Lalu saya ingin meracau jadinya. Gitar elektrik, drum, shynt keyboard dan sejenisnya apakah tidak bisa digunakan untuk menghantarkan nuansa kusyuk keislamian?. Saya jadi semakin geli dengan pola pikir sempit yang banyak terjadi sekarang ini.



Saya jadi ingat dengan beberapa tahun lalu di Jogja. Beberapa kawan (entah kemana mereka sekarang) yang bergelut di bidang seni rupa, mencoba merumuskan atau lebih tepatnya mengisukan “teori” Seni Rupa Islami yang kemudian selalu digulirkan melalui berbagai ruang diskusi pengajian. Kawan-kawan saya ini adalah warga Hizbut Tahrir wilayah Bantul Yogyakarta. Saya pernah mempertanyakan hal tersebut pada mereka, apa saja sih yang menjadi kategori seni rupa yang islami tersebut dan apa saja sih yang menjadi cirinya?



Mereka memberikan beberapa penjelasan terkait hal ini. Bahwa yang masuk dalam kategori seni rupa islami adalah karya seni rupa yang mampu mewakili dakwah dan tak menyalahi syariat islam. Cirinya ialah konsep berangkat dari segala usaha dakwah dan berdasarkan Al Quran dan Hadist, serta menunjukkan keagungan Islam.



Saya jadi bersemangat untuk bertanya lebih lanjut. Nah, jika seperti itu yang dikategorikan seni rupa islami, lalu apakah karya yang tidak menggunakan unsur-unsur terkait dengan hal itu, tidak islami dan tidak punya nilai estetik?



Dengan gusar mereka menjawab bahwa secara estetis mungkin karya tersebut memiliki nilai tapi tidak islami. Kemudian saya tanyakan lagi, jadi ketika karya tersebut tidk islami maka tidak layak diapresiasi dengm nenggunakan kacamata islam? Lalu apa sih orientasinya memunculkan dikotomi seni yang islami dan yang tidk? Tindakan ini bertujuan agar ummat islam ataupun pelaku seni bisa membedakan, mana karya yang dilandasi dakwah menuju azas Jihad Fiisabilillah dan mana karya yang hanya berlandaskan keduniawian semata. Begitu penjelasan lanjut mereka.



Nah seumpama nih saya adalah pelukis yang membuat karya dengan konsep keberagaman serta dukungan terhadap toleransi antar ummat beragaman. Apakah itu menyalahi ajaran islam? Dan itu menurut siapa? Lalu, ketika tak ada wacana atau teori seni islami, apakah para seniman akan tersesat dalam “kekafiran” yang jauh dari nilai-nilai islam?



Mendapat pertanyaan seperti itu, bukannya mereka menjelaskan dengan sabar tapi malah menghardik dengan mengatakan bahwa saya pembangkang yang mencoba menyebarkan kemurtadan. Oohh ap sih salahnya saya bertanya seperti itu? Alhasil setelah hari dimana perbincangan itu terjadi, saya dienyahkan secara perlahan dari lingkaran pengajian itu.



Kenapa sih, lembaga yang bernama agama sebegitu jauhnya mengacak-acak keberagaman kreatifitas yang sudah ada mengakar jauh sebelum lembaga tersebut hinggap di pertiwi ini. Ya meskipun saya mencoba pahami bahwa sebenarnya bukan lembaga agamanya yang salah, tapi makhluk-makhluk yang merasa memiliki agama itu yang keliru dengn memakan mentah-mentah seluruh ajaran yang diimpor dari luar sana.



Bukankah berproses kreatif dalam ranah seni yang konsepnya tanpa embel-embel lembaga agama manapun namun tetap menyuarakan kebudayaan nusantara yang damai demi kebaikan bersama adalah juga merupakan dakwah yang baik? jadi, untuk apa ada kategori islami atau tidak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun