Ramadhan adalah momen untuk menguji kejelian kita dalam menjalin pertemanan atau persahabatan. Persahabatan adalah satu diantara banyak hal yang bisa memengaruhi serta memotivasi diri kita, dalam perlombaan meraih rahmat beserta maghfirah dari Allah `Azza wa jalla, yang begitu berlimpah dalam bulan suci ini.
Selama satu bulan penuh selama ramadhan, setiap malam Rasulullah SAW dikunjungi malaikat Jibril. Interaksi antara utusan Allah dan pemuka para malaikat itu berlangsung lebih intensif ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Dalam pertemuan mereka di setiap malam-malam ramadhan, Rasulullah SAW membacakan ayat demi ayat Qur`an, memperdengarkan bacaannya kepada Jibril a.s. Begitu pula dengan Jibril. Iapun melantunkan ayat demi ayat kalamullah kepada Rasulullah SAW, sebelum kemudian mereka berembug soal makna ayat per ayat yang baru saja dibacakan.
Selain mengingatkan kepada kita untuk lebih erat berinteraksi dengan Al Qur`an, kedekatan Rasulullah SAW dan Jibril a.s. menjadi pelajaran bagi kita, bahwasanya kita memerlukan seorang teman yang bisa memotivasi diri dalam beribadah. Terutama dalam ramadhan ini.
Rasulullah SAW memilih berteman dengan Jibril a.s. selama ramadhan, semata-mata untuk menangguk pelajaran dan pengetahuan dari sang teman, agar batinnya selama ramadhan lebih terbuka dalam menerima hikmah, dari ayat-ayat suci yang dibahas dan dilantunkan. Beliau jadikan Jibril a.s. sebagai pemotivasi, beliau jadikan persahabatan dan interaksi intim itu sebagai sarana menuju rahmat Allah SWT.
Sebagaimana Rasulullah SAW telah mengajarkan, kitapun mesti pandai-pandai memilih teman atau orang yang dekat dengan kita, selama bulan ramadhan ini. Pilihlah teman terbaik yang mempunyai keinginan kuat, bertekad bulat menjadikan ramadhan tahun ini sebagai "ramadhan best of the best", atau ramadhan paling prestatif sepanjang hidup. Kita akan terpacu meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, jika berteman dengan orang yang memiliki nilai baik dan frekwensi ibadah tinggi. Allah SWT akan menggolongkan kita sebagai umat beriman yang ia bangga-banggakan, dihadapan para penghuni langit atau penduduk surga.
Sebaliknya, jika kita memilih berteman dengan orang yang tidak mempunyai cita-cita mulia, didalam bulan yang barokah ini. Alih-alih makin rajin beribadah atau makin menjaga kualitas shaum dan tarawih kita, teman yang jahil malah akan menyeret kita jauh dari nilai-nilai ramadhan. Ketika kita shaum di siang hari, digodanya kita untuk memandang aurat atau tontonan yang diharamkan. Ketika kita hendak tarawih dibujuknya kita untuk memilih pergi ke tempat bersenang-senang. Meskipun kita bersikeras untuk bertahan, satu-dua kali kita pasti bakal terbujuk, jika interaksi kita dengan orang-orang jahil sudah sedemikian intensif dan dekat. Disaat kita merasa diri berhasil menjalani ramadhan-pun, kita cenderung lebih dekat kepada sikap tinggi hati, padahal sebenarnya kita hanya menjadi `yang terbaik` diantara `yang terburuk`.
Rasulullah SAW mengumpamakan teman kita sebagai seorang pedagang parfum atau seorang pandai besi. Kalau berteman dengan pandai besi, lama-lama bara dari tanur pengapiannya malah memerciki pakaian, jelaganya juga akan mengotori raut wajah kita. Amsal dari sabda beliau tersebut adalah : baik-buruknya diri ini tergantung dari siapa yang menjadi teman dekat kita. Bila dikaitkan dengan bulan ramadhan, baik-buruknya kualitas ibadah, tinggi-rendahnya standar shaum dan ibadah lainnya, tergantung dengan siapa diri kita berlomba meraih rahmat dan mengundang ampunan Allah tersebut. Pertanyaannya : apakah kita cukup puas menjadi `yang terbaik` diantara `yang terburuk`, atau baru puas setelah menjadi `yang terbaik` diantara `yang terbaik` ? (kompasiana/abangedi)