Pola pikir yang patut membuat prihatin. Menafikan nalar, dan membuat semakin khawatir dengan pola taklid kepada pemimpin yang membuat seseorang bisa mengharap musibah bagi yang lain jika pemimpinnya terkena hukuman. Dimana kepekaannya terhadap nilai kemanusiaan?
Yang jelas tragedi Bintaro bukan satu-satunya kecelakaan kereta api yang terjadi di sepanjang tahun ini. Berdasarkan data Kepala Humas PT. KAI Operasi I daerah Jakarta, sepanjang tahun 2013 ini saja terjadi 70 kecelakaan diperlintasan sebidang KRL, dengan korban wafat mencapai 42 orang (sumber: Warta Kota, Rabu 11 Desember 2013). Ditambah dengan kejadian di Bintaro, dimana kecelakaan ini merenggut nyawa 6 orang wafat dan 90-an lagi luka-luka.
Perlintasan sebidang KRL dengan kenderaan memang sangat rawan kecelakaan. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta ada 481 perlintasan sebidang, dimana 337 merupakan perlintasan resmi, 144 lainnya tidak resmi. Dengan kejadian kecelakaan parah di Bintaro ini, diharapkan perlintasan tidak resmi segera ditutup. Sementara perlintasan resmi yang sangat padat, seharusnya dibuat underpass.
Karena rencana PT.KAI dengan Kemenhub akan membuat KRL layang, maka DKI Jakarta tidak perlu lagi merencanakan flyover. Tetapi tetap berkewajiban membuat jalan underpass di perlintasan yang sangat rawan. Sudah diidentifikasi 15 perlintasan yang sangat padat dan akan dibangun underpass di tahun 2014 ini. Kata Jokowi tidak ada masalah dengan anggaran, karena APBD DKI 2014 mencapai Rp 68 Trilyun.
Selain itu, Pemprov DKI diharapkan juga bekerjasama dengan petugas perlintasan untuk menegur dan memberi sanksi tegas kepada setiap penerobos jalur perlintasan. Penerobos ini biasanya mengambil celah diantara bunyi alarm dengan palang pintu yang belum turun. Jangankan motor, angkot, kopaja dan metromini kerap melanggar hal ini. Sedangkan motor lebih nekat lagi, bahkan ketika pintu palang sudah turun, masih menerobos juga.
Penerobos ini bisa kena sanksi denda hingga Rp 750 ribu. Jadi, mohon diberi pengawasan dan sanksi yang tegas kepada penerobos ini. Jangan sekedar himbauan, karena tidak akan mempan! Tertib berkendara dimulai dari pengawasan dan penegakan hukum.
Kecelakaan memang musibah. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un. Semoga ini yang terakhir, jika semua pihak terkait benar-benar menerapkan keamanan berkendara, baik secara infrastruktur maupun kedisiplinan.
Sementara proses yang terkait LHI adalah masalah hukum. Sebaiknya jika menyangkut hukum jalurnya juga hukum. Jangan mengkait-kaitkan dengan peristiwa lainnya.
Ya sudah, Salam Prihatin dan Salam Kompasiana..