Dulu, semasa dipimpin Hidayat Nurwahid, PKS merajai pemilihan legislatif di Jakarta (2004). Jadi inget anak-anak kecil di pengadegan pada meneriakan nama Hidayat, Hidayat, ketika contreng pemilihan dibacakan. Wah, HNW dah populer banget disini, bahkan dikalangan anak-anak. Pemimpin PKS silih berganti. HIdayat diganti Tifatul, dan sekarang diganti lagi dengan Luthfi Hasan. Cuma satu yang tidak diganti-ganti. Yaitu Sekjen PKSnya: Anis Matta.
Sekali lagi, sepak terjang PKS emang amat disayangkan. Partai yang menjulang naik karena kader militannya dilevel akar rumput, yang begitu tulus dan tanpa pamrih. Dan kadang, eh sering kadernya ini suka membela petingginya mati-matian loh, he he..
Tetapi, rasanya, PKS emang tidak punya tokoh kuat yang teguh dan bisa tulus mengendalikan partai. Yang jelas partai papan tengah seperti ini tentu diincer oleh para oportunis. Oportunis yang mencla mencle, yang suka 'menjilat' kekuasaan, bahkan dulu pernah 'menjilat' pak harto alias keluarga cendana.
Iklannya di tv sempet membuat aku kaget setengah mati. Apa-apaan nih PKS...dah mulai nih, keluar 'jalur'. Dan kebablasan keluar jalurnya juga terlihat ketika mencalonkan Adang...La saha eta si Adang ini? Apalagi ketika HNW benar-benar gak kedengaran lagi suaranya di PKS, semakin terasa internal control di PKS sudah tidak jalan. Inikah proses pembusukan hingga 2014 karena segelintir oportunis berkuasa di PKS?
Yang jelas, ketika sebuah partai islam, termasuk PKS, tidak bisa lagi amanah, jujur (siddiq), kurang cerdas (tidak fatonah), dan gak mampu berkomunikasi dengan baik (tabligh), maka gak bisa lagi disebut sebagai partai yang 'islami', walaupun pake embel embel 'islam'.
Apalagi, kalo sudah mengingingkari janji, berkhianat terhadap amanat yang diberi dan suka boong alias berdusta, maka sudah bisa digolongkan sebagai kelompok munafik. Nah loh.
Gitu aja, Salam Kompasiana!