Saya kaget baca tulisan semacam ini. Dan merasa bahwa apa salah perempuan itu kepada Ibu Ifani? Apakah dia mengganggu Ibu Ifani, mencibir pada ibu Ifani, atau dia menzalimi orang, membunuh, mengambil suami orang? Apakah dengan penampilannya dia berhak dihakimi? Apakah ibu Ifani tahu betul bahwa mereka kesana bukan sebagai pasangan yang sedang kasmaran, memang sedang jatuh cinta? Dan bagaimana jika perempuan itu datang bukan dengan bule, tetapi dengan orang jawa, batak, makassar, arab, spanyol, dsbnya, apakah penilaian itu tetap akan ada?
Apalagi penegasan bahwa yang di Bali, kebanyakan seperti itu bukan warga Bali? Darimana kesimpulan itu didapat, dari survei manakah? Ini bentuk rasis yang lain. Tidak menganggap bule superior, tetapi merendahkan orang lain dengan dasar yang tidak jelas. Yang jelas semua manusia memang sama. Tetapi ketika mencara jodoh, bisa jadi manusia memang mencari orang tertentu sebagai pilihannya. Ada yang mo orang jawa, batak, makassar...ada yang keukeuh pingin orang arab, ada yang suka tipe latin, atau bule, itu soal selera saja. Kecuali kalau dalam berinteraksi kita tidak dalam posisi sejajar, ada yang ngawulo, satu penguasa, itu yang harus dibenerin. Semua manusia setara.
Setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaannya. Di bandara, saya pernah membantu seorang perempuan mengisi lembar imigrasi, ketika hendak ke London, karena dia kurang bisa menulis. Tetapi saya sungguh ikut berbahagia, ketika dia menunjukkan foto pernikahannya dengan seorang pria bule. Dia hendak ke London menyusul suaminya. Begitu juga teman saya yang di perminyakan, bosnya seorang bule AS menikahi mbaknya. Dan kami tentu berharap pernikahan itu langgeng dan bahagia.
Saya juga pernah membaca di suatu majalah, pengalaman pribadi penulisnya, bertemu dengan pasangan bule-indonesia. Istrinya sangat lugu, karena ketika hendak naik pesawat saja dia sempat membuka sepatunya, tetapi penulis ini sangat terharu, karena suaminya telaten mengajari istrinya. Istrinya juga sangat semangat belajar bahasa Inggris. Dan suaminya itu, seorang bule petinggi perusahaan MNC.
Jadi, kalau hendak menghakimi orang lain, mohon jangan merendahkan seseorang yang tidak tahu apa-apa. Bukan dari hasil wawancara atau investigasi kehidupan pribadinya? Manusia Indonesia atau bule, pribumi dan siapapun, etnis apapun, kelas sosial manapun, semuanya setara. Semuanya berhak mendapatkan kebahagiaannya. Dan soal pendidikan, memang tidak semua WNI mendapatkan akses pendidikan.
Kalau saya yang ngeri itu malah scammer yang membujuk rayu di dunia maya. Scammer yang tidak jelas wujudnya, tetapi memorotin uang orang lain. Dan korban scammer ini bukan hanya perempuan Indonesia. Tetapi perempuan bule Australia juga ada yang dibunuh di Afrika Selatan karena terbujuk rayuan dunia maya dari seorang lelaki Afsel.
Ya sudah, gitu aja. Salam Egaliter dan Salam Kompasiana!