PLN memang tantangan tersendiri bagi pemerintah, jika ingin memajukan perekonomian Indonesia. Ibaratnya kebutuhan listrik sudah seperti 9 kebutuhan pokok. Tanpa listrik, bukan pertumbuhan ekonomi yang naik signifikan, tetapi pertumbuhan penduduk...*eh, nyengir..*
Bahkan Jawa-Bali, yang menjadi pusat perekonomian Indonesia, kondisi pemenuhan kebutuhan listriknya sudah krisis. Tahun 2015 diperkirakan marjin pengadaan Jawa-Bali melorot 18%, dari 30% marjin listrik ideal. Untuk mengatasi ini, PLN akan mengadakan pemadaman bergilir secara massal di Jawa-Bali.
Kondisi ini terjadi karena pembangkit listrik yang direncanakan di sejumlah daerah terkendala pembangunannya. Seperti di Sumatera Selatan yang sedianya akan menyuplai Sumatera-Jawa sebesar 3000 MW, tertunda karena pembebasan lahan yang masih bermasalah. Kemudian pembangkit di Batang, Jawa Tengah yang akan menyediakan 2x1000 MW serta di Indramayu sebesar 1000 MW juga masih terkendala pembebasan lahan (sumber: The Jakarta Post, August 14, 2014).
Selain masalah pembebasan lahan, masalah suplai energi untuk menghidupkan pembangkit juga masih menjadi biang seretnya kemampuan PLN. Beberapa pembangkit menggunakan suplai energi minyak (BBM) yang sungguh berbiaya tinggi. Sudah terlanjur memakai minyak (BBM), dan permasalahan suplai dan pembayaran pula yang beberapa hari lalu menyebabkan PLN - Pertamina sedikit 'bermasalah'.
Padahal banyak energi primer Indonesia yang sangat kaya, tetapi belum dioptimalkan, seperti panas bumi (Indonesia penghasil panas bumi terbesar di dunia, karena ring of fire), batu bara, energi air, angin (dengan garis pantai salah satu terpanjang di dunia).
Jadi, kebayang sudah urusan PLN ini sangat ruwet bin ribet, karena menyangkut pembebasan lahan orang, urusan suplai energi primer maupun masalah teknologi dan pembiayaannya. Urusan ini diperberat karena ada otonomi daerah, ada politisasi masalah, ada 'tekanan' soal procurementnya (pengadaan barang?).
Dan jika melihat kiprah Jonan di PT.KAI, bisa jadi pemilihan Jonan oleh Dahlan Iskan adalah hal yang tepat. PT. KAI juga BUMN yang berdarah-darah sebelumnya, tetapi ditangan Jonan, keuntungan berubah drastis, dari minus menjadi milyaran rupiah, pelayanan juga semakin baik, penataan stasiun maupun keretanya sangat bagus. Bahkan beberapa gerbong baru PT.KAI merupakan produk lokal yang diproduksi oleh PT.Inka.
Terobosan Jonan yang sangat signifikan juga karena fokus pada angkutan logistik, terutama di Sumatera. Bayangkan, dia membangun 11 stasiun baru di hutan, untuk pengakutan barang, dengan kereta yang sangat panjaaaaang, sejauh hampir 1,2 km. Tetapi dari pengangkutan barang atau logistik ini pula PT. KAI menghirup napas lega keuntungan yang signifikan. Karena untuk pengakutan penumpang, PT. KAI masih merugi, apalagi subsidi pemerintah suka telat dibayar, dan sangat minim.
Tetapi antara PT.KAI dengan PLN tentu sangat berbeda skala dan permasalahannya. Yang berat di PLN itu masalah politisnya! Terlalu banyak yang terlibat dan terlalu banyak urusannya yang terkait dengan pihak ketiga.
PLN memang membutuhkan 'manusia yang luar biasa' untuk menanganinya. Seorang DI tidak tuntas menyelesaikannya, siapa lagi yang bisa kecuali pemerintah mencoba Jonan?
Selamat bertugas dimananapun pak! Walaupun ketika mengisi ancer-anceran mentrinya Jokowi saya mengisi untuk Menteri Perhubungan itu pak Jonan, tetapi karena melihat begitu buerratnya masalah PLN, setuju dah ma pak Dahlan jika bapak yang megang PLN!
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!