Ia bagaikan embun pagi, lembut dan menyejukkan. Dengan tutur katanya yang baik dan penuh perhatian, ia mengajarkan arti dari kasih sayang yang tulus. Ketika amarahnya muncul, ia tak pernah membiarkan suaranya menggema, melainkan hanya mengungkapkan perasaannya dengan tenang, seolah-olah memberi pelajaran tentang pengendalian diri. "Satu-satunya cara untuk menyampaikan kemarahan adalah dengan ketenangan," ujarnya, dan setiap kata itu seperti melukisku.
Dalam setiap usahanya untuk membuatku bahagia, aku merasa seperti seorang wanita yang dikelilingi oleh kebahagiaan. Setiap hal kecil yang ia lakukan untukku adalah sebuah puisi kehidupan yang indah, dan aku jatuh cinta pada setiap baitnya. "Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang siap dibuat, melainkan hasil dari usaha kita sendiri," adalah pepatah yang seolah terukir di hati kami.
Namun, di balik semua kebahagiaan itu, ada saat-saat ketika ketidakhadirannya menciptakan kekosongan dalam jiwaku. Ketika dia hilang sejenak, cemas dan khawatir menyergapku. Air mata seringkali menetes tanpa kuasa, dan tidur menjadi musuh yang menakutkan. "Cinta adalah ketika ketakutan untuk kehilangan seseorang jauh lebih menyakitkan daripada cinta itu sendiri," aku berpikir, mencoba mengontrol diri.
Perlahan, aku belajar bahwa cinta tidak hanya tentang memiliki, tetapi juga tentang memberi. "Ketika kita mencintai seseorang, kita harus siap untuk merelakannya demi kebahagiaannya," adalah pelajaran yang kuambil dari setiap pengalaman. Aku sadar, dunianya bukan hanya tentang aku, meski kebahagiaanku tergantung padanya.
Tak pernah sebelumnya aku mencintai dan mengagumi seseorang seperti aku mencintai dan mengagumi dia. "Cinta yang tulus akan menjadikan kita versi terbaik dari diri kita sendiri," dan sekarang, aku merasa menjadi versi terbaik diriku dalam mencintai.
Ada satu keistimewaan dalam dirinya, sebuah keindahan yang tak terucapkan, melampaui kata-kata. Apa yang aku rasakan saat ini begitu indah dan luar biasa, seperti melodi yang mengalun lembut di relung hati. "Cinta adalah bahasa universal yang tidak perlu diucapkan, cukup dirasakan," dan aku bersyukur, karena merasakan cinta yang tulus darinya adalah anugerah terindah dalam hidupku.
Aku menginginkannya, lebih dari apapun. Ada rasa yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata sederhana. Namun, lebih dari sekadar menginginkan, aku ingin dia bahagia. Jika kebahagiaan itu berarti bersamaku, maka itu adalah anugerah terbesar. Tapi jika tidak, aku tahu hatiku akan tetap tenang, karena cinta ini tidak menginginkan balasan, hanya berharap ia bahagia, entah dengan atau tanpaku.
Dan dalam perjalanan ini, aku sadar bahwa tak ada penyesalan yang hadir. Setiap harapan yang kutaruh, setiap rasa yang kuberi, semuanya adalah bagian dari cinta yang sejujurnya.
"Tak ada cinta yang sia-sia, selama ada harapan di dalamnya, dan mencintaimu, adalah hal terindah yang pernah kualami."