Sebelumnya, sederet artis juga terbukti pernah menyalahgunakan narkoba. Bagi mereka, narkoba seolah telah menjadi kebutuhan. Meski sudah pernah diciduk dan dikurung, mereka tetap mengonsumsinya lagi dan lagi. Sistem sanksi yang ada tidak cukup efektif membuat mereka jera.
Ramainya penyalahgunaan narkoba di kalangan artis cerminan maraknya peredaran barang haram ini di tengah masyarakat. Ironis, meski mayoritas penduduknya adalah muslim, ternyata negeri ini justru menjadi pasar bagi distribusi narkoba, bahkan menjadi produsennya. Pada 14 Januari lalu polisi menggerebek pabrik sabu berbentuk liquid vape di Jalan Melati Nomor 19, Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. (Viva.co.id)
Penghancur Kaum Muda
Sabu cair merupakan narkoba jenis baru yang menyasar kaum muda. Sabu jenis ini dikonsumsi dengan dicampur ke dalam kopi atau cairan rokok elektronik (vape). Dengan demikian, sasarannya adalah anak-anak muda yang sering mengisap vape. Hal ini sangat berbahaya karena narkoba merusak mental, fisik dan psikis bagi penggunanya. Seringkali, pengguna narkoba bertindak kriminal.
Narkoba merupakan monster yang menakutkan. Dengan daya destruktif yang luar biasa terbayang betapa hancurnya generasi muda jika barang haram ini terlah menjeratnya. Fisik dan akal menjadi rusak, sementara psikis mereka juga menjadi sakit. Sungguh kontra produktif dengan posisi kaum muda sebagai pemegang estafet kepemimpinan masa depan.
Sangat disayangkan, kaum pemuda ini menjadi sasaran penghancuran generasi muda, termasuk pemuda muslim. Musuh islam menyadari potensi kehancuran bagi mereka. Bila hancur lebur melanda kaum muda, mereka tidak bisa menjadi garda terdepan perjuangan Islam. Generasi yang teler telah disiapkan guna menghadang kebangkitan umat islam. Kebangkitan islam dipandang sebagai ancaman bagi eksisnye ideologi kapotalisme. Gegara narkoba, generasi muda muslim menjadi lemah dan rusak. Jangankan memikirkan problem umat yang kompleks, persoalan dirinya saja tidak kelar untuk mereka selesaikan.
Mispersepsi
Maraknya penyalahgunaan narkoba di tengah generasi muda berangkat dari persepsi yang salah terhadap benda haram itu. Padahal, setiap muslim wajib menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur dalam perbuatan, termasuk memilih makanan dan minuman yang hendak dikonsumsi.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah: 168, "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu."
Hadis dari Ummu Salamah, ia berkata, "Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)." (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309).
Dengan demikian, narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih, "Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram)." (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).
Keharaman penyalahgunaan narkoba telah jelas dan tegas. Namun, dalam sistem kehidupan sekuler liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, halal dan haram bukan menjadi tolok ukur.
Ukuran perbuatan telah tergantikan dengan kemanfaatan, dalam hal ini berupa kesenangan, meskipun semu adanya. Semua hal dianggap serba boleh, asalkan menyenangkan. Yang penting bagi mereka beroleh having fun.
Generasi muda pun menganut gaya hidup bebas. Mereka terpola yag menghalalkan segala benda, meski haram dan berbahaya. Narkoba, misalnya, tidak dianggap sebagai sesuatu yang haram dan berbahaya. Narkoba justru dianggap sebagai bagian dari modernitas dan gaya hidup kekinian. Pemakai baranf haran haram itu juga dianggap cerminan kemapanan finansial. Alangkah salahnya persepsi mereka terhadap narkoba.
Kehidupan sekuler juga memunculkan masyarakat yang cenderung cuek dan individualis. Mereka enggan untuk beraktivitas amar makruf dan nahi mungkar. Kontrol sosial tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Bahkan, figur publik seperti artis pengguna narkoba tetap dicari dan disanjung serta mendapat panggung.
Memberantas Dengan Efektif
Solusi terhadap masalah narkoba yang dilakukan oleh pemerintah selama ini nyata tidak efektif. Terbukti dengan terulangnya kasus-kasus serupa di kalangan para pengguna. Pasalnya, solusi yang diberikan tidak menyentuh akar persoalan, yaitu sistem hidup sekuler liberal yang membuka lebar ruang kebebasan. Realitanya, sekularisme liberal itulah yang menjadikan narkoba bebas beredar terus di tengah masyarakat. Sanksi yang lahir dari sistem ini juga tidak kelar membuat pelakunya jera.
Pengguna narkoba merupakan pelaku kriminal sehingga harus dihukum secara adil. Ironisnya, pengguna narkoba diposisikan sebagai "korban" bahkan mereka malah diberi hadiah rehabilitasi medis. Pengistimewaan ini membuat pelaku penyalahgunanan narkoba serasa nyantai saja.
Saat ini piihak yang dianggap sebagai pelaku kriminal hanyalah pengedar dan produsennya. Selain itu, kuatnya azas manfaat telah menyuburkan mafia dari sindikat peredaran barang haram tersebut di negeri ini aman. Metwka tidak tersentuh hukum, meski tetap ada kasus penangkapan oleh aparat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, terdapat 98 jaringan sindikat narkoba yang beroperasi di Indonesia, 27 di antaranya berskala internasional. Kuatnya sindikat narkoba ini didukung oleh peran oknum aparat sebagai beking-nya, hal mana telah dikonfirmasi oleh kompolnas sendiri. (Merdeka, 10-11-2014).
Terlibatnya aparat penegak hukum yang menjadi beking sindikat bisnis haram dan merusak ini menunjukkan bahwa persoalan narkoba demikian sistemis. Kebobrokan yang terjadi justru terpelihara oleh sistem. Walhasil, bila ingin memberantas narkoba secara tuntas dibutuhkan perubahan yang sistemik pula.
Islam Efektif Menangani Narkoba
Sistem Islam menjadikan hukum syarak sebagai tolok ukur perbuatan. Barang yang haram dikonsumsi, seperti narkoba, dipastikan dilarang beredar. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, negara membuat undang-undang dan menerjunkan polisi untuk patroli. Bandungkan denfan sisitem rysak saar ini, dimana beberapa oknum kepolisian terlibat dalam sindikat peredaran narkoba.
Aparat kepolisian yang bertugas akan menjaga perbatasan, baik darat, laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang masuk ke wilayah negara Islam, baik berupa produk jadi maupun bahan bakunya. Aparat keamanan dipilih dari orang-orang pilihan yang tidak saja mampu, tetapi juga bertakwa. Jauhnya mereka dari iming-iming harta yang bersymber dari bisnis barang haram narkoba disebabkan katena takutnya mereka kepada Allah.
Negara juga akan menerapkan sanksi tegas bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah takzir. Takzir merupakan hukuman dengan jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya.Takzir bagi pengedar dan produsen narkoba tentu lebih berat daripada pengguna, bahkan bisa sampai pada level hukuman mati. (Lihat: Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98). Aparat yang terbukti melakukan back up terhadap jaringan peredaran narkoba akan mendapat sanksi berat. Inilah gambaran solusi efektif yang bisa memberantas narkoba hingga tuntas pada sebuah sistem kenegaraan yang dipimpin akidah Islam. Itulah daulah Khilafah Islamiyah.