Hingga mulailah beredar isu-isu tidak jelas beredar, lewat website/blog yang tidak bertanggung jawab, lewat media sosial, lewat sms gerilya, hingga pesan-pesan tersembunyi pada ceramah-ceramah di masjid.
Hal seperti itu justru malah jadi trigger bagi saya, yang sebetulnya sering malu mengungkapkan pendapat di ruang publik, menjadi tidak takut untuk membela dan menyebarkan sanggahan terhadap isu-isu tersebut.
Boleh saja jika ada yang menyanggah bahwa itu ada permainan capres satunya supaya terlihat terzolimi. Tapi yang pasti saya bisa buktikan media-media mana yang menyebarkan fitnah-fitnah tersebut, yaitu media-media milik koalisi capres satunya lagi.
Berbicara tentang politik itu sebetulnya riskan, orang-orang terdekat kita pun belum tentu setuju dengan isu politik yang kita bela, dan sebagian lainnya sudah merasa sama sekali jenuh.
Tapi etika, moral dan agama saya mengajarkan, jika kita melihat ada orang yang terzolimi, maka kita harus membelanya.
Masa kita rela membiarkan jika kompetisi memilih pemimpin ini diwarnai fitnah dan kebohongan untuk memenangkannya?
Masa kita rela membiarkan jika pemimpin yang terpilih nantinya adalah hasil dari kampanye fitnah dan kebohongan?....
Di saat semua fitnah telah terbantah, di saat semua kebohongan mulai terkuak...
Kini saatnya kita bertanya, maukah kita dipimpin mereka (yang suka fitnah dan suka bohong itu)?
Saya sih tidak rela :)