Sebagai pengantar, aku akan berusaha menunjukan 2 cara pandang, bisa dari sisi negatif atau sisi positif. Guna untuk menambah cakrawala pengetahuan kita, dan agar kita mampu lebih jauh mengenal sosok remaja. Sedikitnya dua; dua saja atau bisa lebih.
***
Remaja adalah sosok dari manusia dengan rentan usia 12-21 tahun. Biasanya mereka (baca: remaja) mengalami berbagai gejolak dalam dirinya. Maka sebagai orangtua, jangan heran jika anak remaja anda mengalami berbagai masalah. Misal: terlibat perkelahian di jalan-jalan, terlibat tindakan kriminal, terlibat narkoba, ingin hidup bebas, mabuk-mabukan, dan tindakan tidak terpuji lainnya.
Semua itu hampir melekat pada remaja, tinggal bagaimana kita sebagai orangtua mampu memberikan perkuatan positif tehadap anak ramaja kita. Dari beberapa wawancara yang ditemukan, banyak orangtua mengeluh akan anak remaja mereka. Sampai berkesimpulan: remaja adalah generasi yang sulit diatur, senang memberontak, memiliki sopan santun yang buruk, cenderung malas-malasan, kurang bertanggung jawab, tidak memiliki pendirian yang tetap, tujuan hidup tidak jelas, utopis, atau sering "menantang asap".
Pengalaman buruk beberapa orangtua dengan anak remaja mereka mengakibatkan cara pandang: bahwa anak remaja sebagai masalah yang memberatkan beban hidup mereka.
"Anak remaja umumnya cenderung memaksakan kehendak mereka", pungkas ibu Nuriyah mengomentari soal remaja.
"Apabila keinginan mereka tidak di turuti, maka anak remaja itu jadi marah-marah dan terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan", ibu Murtiah memperkuat pendapat ibu Nuriyah.
"Dan kerap kali anak remaja itu tidak mau mengerti kesulitan orangtuanya, mereka memaksakan kemauan yang diinginkannya", Pak Usman menambahkan.
"Soal tanggung jawab: mereka tidak punya tanggung jawab, sangat rendah", imbuh ibu Sukmawati mengungkapkan kekecewaannya.
"Dan mereka tahunya harus ada uang, emang saya pemiliki pencetak uang?", pak Darto melampiaskan emosionalnya.
"Mereka bikin onar dimana-mana, senang kalau ada kekacauan, dan menjadi biang kerok keributan", celoteh pak Munjip berapi-api.
"Mereka malas, tidak punya inisiatif, namun ingin hidup nyaman, bagaimana mungkin?" teriak pak Rojiun.
"Sopan santu mereka sangat buruk, buruk sekali, tidak punya tata krama, entah siapa yang mengajari demikian!", celetuk ibu Romlah kesal.
***
Aku mendapati, sedikitnya ada tiga cara pandangan umum masyarakat tentang remaja. Pertama, pandangan negatif, kedua, pandangan positif, dan ketiga, tidak peduli sama sekali. Ulasannya sebagai berikut:
Kelompok yang pertama adalah pandangan masyarakat dan melihat remaja sebagai generasi bermasalah. Pandangan tersebut hampir memiliki kemiripan dengan pandangan orangtua, dan melihat remaja sebagai berikut: 1). Senang hura-hura, 2). Tidak memikirkan hari esok, 3). Sering menyusahkan orang lain, 4). Mau menang sendiri, 5). Mudah konflik, 6). Mudah tersinggung, 7). Tidak tahu aturan, 8). Senang keonaran, 9). Tidak bertanggung jawab, 10). Tidak peduli lingkungan, 11). Kurang memiliki tata krama, 12). Biang kerok kekacauan, 13). Sering melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesopanan, 14). Sering melakukan tindakan yang berbahaya.
Kelompok yang kedua adalah pandangan masyarakat dan melihat remaja sebagai anak yang produktif. Dan mereka memandang remaja sebagai: 1). Remaja adalah komunitas yang memiliki dan menyimpan berbagai kekuatan, 2). Remaja adalah kelompok masyarakat yang memiliki potensi hebat, 3). Remaja adalah kelompok masyarakat yang memiliki vitalitas, dan energi yang luar biasa, 4). Remaja adalah kelompok masyarakat yang semangat sehingga bisa dikembangkan hal-hal positif, 5). Remaja adalah kelompok masyarakat yang bisa diarahkan menjadi produktif dan konstruktif.
Kelompok yang ketiga adalah pandangan masyarakat yang acuh melihat remaja. Tidak peduli dan tidak ingin tahu sama sekali tentang remaja. Tipikal masyarakat yang bercara pandang seperti ini menanggap masalah remaja adalah urusan pribadi masing-masing.
"Bukannya para remaja sudah dibekali otak untuk berpikir masing-masing?", celetuk pak Murtah sengit.
"Seharusnya para remaja bisa memikirkan hidupnya sendiri, mereka sudah seharusnya tidak melibatkan orang lain. Sebab kita sudah direpotkan dengan kesibukan kita sendiri!" tandas ibu Latifah.