Di Selasar mushola, aku tengah rehat dari pekerjaanku yang belum selesai. Aku hanya punya waktu satu jam, tak boleh lebih. Jika aku memaksa lebih tentu harus siap dengan konsekuensinya. Dimarahi bos, dikatai pemalas, atau yang lebih buruk bisa dapat SP. Tak peduli selelah apapun fisik dan batinmu, si Bos hanya mau pekerjaanmu tuntas. Sebab dia sudah membayarmu, mengganti lelahmu dengan nominal yang sebanding, katanya. Ya! Mungkin untuk si Bos, nominal itu sudah sebanding dengan kerja yang kita lakukan setiap hari, dengan kucuran keringat yang mengucur. Mungkin memang sebanding, jika ia hanya mengukur dari kerja fisik, tapi ada yang luput dari penglihatannya. Si Bos tak pernah membayar lelah batin dan pikiran kita.Aku misalnya, anakku yang baru berumur delapan bulan terpaksa dirawat karena panasnya tak kunjung turun. Di waktu yang bersamaan, sakit ginjal bapakku makin parah, lusa ia sudah harus cuci darah. Tetapi Perusahaan tak mau tahu soal itu, yang Perusahaan mau, yang si bos mau aku harus tetap masuk dan menjalankan kewajibanku sebagai pegawai.
KEMBALI KE ARTIKEL