Itu sangat memungkinkan karena Prancis setahu saya dulu memang menguasai Comoros. Bahkan satu pulau guguran Comoros yakni Mayotte masih menjadi milik Prancis.
Dari skuad Comoros saat ini, lebih dari 15 pemain adalah kelahiran Prancis. Sisanya kelahiran Mayotte dan tak sampai lima pemain kelahiran Comoros.
Para pemain kelahiran Prancis itu juga mengawali karier sepak bola di Prancis. Artinya ya mereka kembali ke Comoros untuk membela negara.
Dugaan saya ya mirip kasusnya dengan para pemain diaspora Indonesia. Dan kini Comoros sangat berpeluang lolos ke Piala Dunia 2026.
Mereka memuncaki klasemen grup I kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Afrika. Bahkan Comoros mampu mengalahkan Ghana 1-0. Seperti diketahui, Ghana cukup sering ke Piala Dunia sejak 2006.
Jika Comoros bertahan di puncak klasemen sampai akhir, maka mereka akan lolos ke Piala Dunia 2026. Jika Comoros jadi runner up di klasemen akhir tapi masuk lima besar terbaik runner up, mereka juga akan lolos ke Piala Dunia 2026.
Situasi Comoros juga tak beda jauh dengan Indonesia. Comoros kini ada di posisi 118 dunia. Artinya masih di luar 100 besar.
Ya berarti Comoros miriplah dengan Indonesia saat ini. Yakni banyak diperkuat pemain keturunan.
Sebenarnya ada lagi negara lain yang gencar melakukan pencarian pemain diaspora. Negara itu adalah Sri Lanka.
Lebih dari lima pemain timnas Sri Lanka adalah mereka yang lahir di Eropa. Ada yang lahir di Inggris, Jerman, Swedia, dan Norwegia. Hanya saja mereka bukan pemain klub kasta tinggi di Eropa.
Jadi tulisan ini hanya menegaskan bahwa fenomena mengambil pemain diaspora bukan hanya Indonesia. Bukan hanya Maroko. Tapi negara negara lain yang sepak bolanya tak terlalu mentereng sebelumnya, ingin mengubah nasib, ya seperti Comoros tersebut.
Jadi yang dilakukan PSSI bukan langkah langka. Memang banyak negara melakukan langkah itu. Tentu sebagai pendorong awal untuk kemudian secara menyeluruh sepak bola makin maju.