Kroasia akhirnya tersingkir dari ajang Piala Eropa 2024. Kans mereka untuk menjadi salah satu peringkat tiga terbaik fase grup tertutup setelah Slovenia menahan imbang Inggris 0-0, Rabu (26/6/2024). Semifinalis Piala Dunia 2026 ini harus angkat koper lebih awal di ajang Piala Eropa 2026.
Kroasia mengakhiri fase grup dengan dua poin dari tiga laga. Mereka ada di posisi tiga grup B. Mulanya mereka masih punya kans lolos ke babak gugur. Caranya, mereka masuk empat posisi tiga terbaik di fase grup.
Tapi harapan tersebut hanya isapan jempol belaka. Sebab, di laga grup C, Slovenia mampu menahan Inggris 0-0.
Maka posisi tiga terbaik saat ini adalah Belanda 4 poin, Slovenia 3 poin, posisi tiga grup E siapapun timnya mereka minimal dapat 3 poin, Hungaria 3 poin, Kroasia 2 poin, posisi tiga grup F.
Dengan situasi seperti itu, Kroasia mentok hanya ada di posisi lima peringkat tiga terbaik. Mereka tak bisa masuk empat besar. Bahkan bisa saja Kroasia jadi peringkat terbawah tiga terbaik jika dinamika grup F lebih baik daripada dinamika grup B milik Kroasia.
Tentu saja capaian Kroasia ini adalah hal buruk. Sebab, dua tahun lalu mereka adalah semifinalis Piala Dunia 2022. Tapi kini, Kroasia terseok di Piala Eropa.
Banyak yang bilang dan saya sepakat bahwa Kroasia sudah kehabisan generasi. Mereka terlambat atau tak punya regenerasi.
Banyak pemain Kroasia saat ini yang usianya di atas 30 tahun. Bahkan Luka Modric saja sudah berusia 38 tahun. Masa emas skuad Kroasia sudah habis.
Puncak masa emas mereka ya pada 2018. Kala itu, mereka mampu lolos ke final Piala Dunia. Saat itu pun Modric sudah berusia 32 tahun.
Jadi, Kroasia telat melakukan regenerasi. Pelatih Kroasia tidak bisa atau terpaksa tak melakukan regenerasi. Tidak bisa jika sang pelatih tak memberi kesempatan. Tak bisa jika tak ada pemain sekelas Modric lagi di Kroasia.
Apa yang terjadi di Kroasia harus jadi pelajaran berharga. Bahwa timnas harus berkelanjutan. Berkelanjutan dan selalu bagus. Nah agar timnas berkelanjutan, maka butuh sistem baku untuk membangun timnas.