Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Anak Baik Itu Terjerumus ke Narkoba

2 Desember 2023   13:35 Diperbarui: 2 Desember 2023   13:50 102 13

Aku menceritakan padamu, seorang anak bernama Budi. Dia anak baik pada umumnya. Mulanya juga ceria. Semua berjalan biasa saja sampai dia lulus SD.

Di SMP, semua akhirnya bermula. Budi selalu jadi bahan bully bagi teman-temannya. Budi yang baik itu, tak pernah bisa melawan. Sebab, dia tidak pernah mendapatkan rumus melawan.

Bully itu terus terjadi berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Sebagian gurunya menilai bully itu biasa. Sebagian yang lain melerai. Tapi gelombang bully itu tak pernah padam.

Budi merasa bahwa dirinya sudah lemah, sudah ringkih, tak ada kelebihan. Dia tak bisa cerita pada bapak ibunya. Sebab bapak ibunya sibuk jadi buruh di pabrik.

Budi menjadi pemurung dan dia lebih sering menghabiskan waktu di kamar. "Bud, mainlah keluar," kata ibunya.

"Keluar ke mana, aku tak ada teman. Semua teman memojokkanku," batin Budi.

Permintaan ibu dan bapaknya beberapa kali terjadi. "Bud keluar, mainlah," kata ibunya di lain waktu.

"Main ke mana?" Tanya Budi meninggi.

So ibu kaget anaknya begitu. Tapi jam buruh pabrik sudah menunggu.

Cerita Budi pun berubah menjadi anak yang sering di kamar. Main HP dan kadang bicara sendiri.

Dari dalam kamar, Budi merasa banyak yang menyindirnya, termasuk Nanto, pemuda pengangguran yang supel bergaul.

"Keluar! di kamar terus!" Teriak Nanto di depan rumah Budi. Tentu saja itu sindiran karena Nanto juga suka membully Budi.

Kadang Nanto main ke rumah Budi untuk ngobrol sama bapaknya Budi. Berkali-kali Nanto mengolok-olok Budi di depan bapak Budi (namanya bapak Budi terserah kamu saja). Jadi setiap ada suara Nanto, Budi menutup telinganya dengan jari atau alat pendengar suara.

Budi tak pernah keluar rumah. Dia resah sebenarnya ketika tak pernah keluar rumah. Tapi dia tak tahu harus bagaimana untuk bisa keluar dari resahnya.

Satu petang, Budi memberanikan diri keluar dari rumah. Dia ke musala. Selesai ambil wudu dan akan masuk musala, Nanto bicara keras.

"Eh tumben ke musala," kata Nanto.

Pernyataan Nanto itu benar-benar menusuk Budi. Di dalam kamar dibully, keluar pergi ke musala disindir. Hari-hari berikutnya Budi tak pernah lagi ke musala.

Minggu pagi, Budi resah lagi. Dia berusaha keluar rumah untuk bersosialisasi mengikuti kerja bakti kampung. Dia bingung mau bagaimana. Sampai di tempat kerja bakti, tak ada satu pun yang menyapanya.

Dari jauh Nanto teriak, "eh tumben ikut kerja bakti," kata Nanto.

Budi benar-benar tersiksa. Bersosialisasi tersiksa dan di kamar tersiksa. Tapi, kamar memberinya kenyamanan. Sampai akhirnya dia meluncur di dunia maya dan tersangkut narkoba.

***
Malam hari polisi datang ke rumah Budi. Mereka menggeledah kamar Budi. Kemudian ada barang haram itu. Ibu dan ayah Budi syok, tak bisa apa-apa.

Budi digelandang polisi. Saat di depan rumah dengan posisi Budi diseret polisi, Nanto teriak. "Ngga gaul, di kamar terus, eh narkoba pula," teriak Nanto.

Budi tidak dipenjara. Dia hanya direhabilitasi.  Sampai akhirnya dia lebih baik. Dia merasa mendapatkan banyak waktu untuk berbicara dengan orang-orang pendengar selama rehabilitasi.

Dia merasa dimanusiakan. Dia bisa berdiri tegak kini. Lalu dia pulang sampai ujung gang, Budi jauh lebih baik. Lebih bisa menyapa orang. Lalu dia ketemu Nanto.

"Eh pengedar narkoba sudah pulang," teriak Nanto.

Darah Budi naik. Tanpa ba bi bu, Budi menganiaya Nanto dengan apa saja. Aku tak perlu ceritakan secara rinci bagaimana penganiayaan itu. Penganiayaan pada Nanto.

Kampung ramai, polisi datang. Budi kini benar-benar dipenjara karena kasus penganiayaan. Sejak saat itu pula, Nanto mengalami luka serius di bagian organ pengucapnya. Sejak saat itu Nanto tak bisa bicara.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun