Sebagai bukan anak orang kaya, anak kampung, tidak pandai, aku merasa tak punya banyak pilihan setelah lulus SMA. Maka, kuliah di perguruan tinggi negeri adalah salah satu di antara sedikit pilihan hidup. Aku pun harus berdarah-darah untuk lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Dulu (lebih dari 20 tahun lalu) jalur umum masuk perguruan tinggi negeri namanya UMPTN, yang ujiannya secara nasional.
Sejak kelas 2 SMA aku sudah mulai berpikir mau apa setelah selesai SMA. Jika kerja maka bingung mau kerja apa karena lulusan SMA. Pilihan kerja paling jadi tenaga kerja di luar negeri. Mau berwiraswasta tentu bapak tak punya modal.
Tak mungkin juga kuliah di perguruan tinggi swasta karena konon biayanya lebih mahal dari perguruan tinggi negeri (PTN). Maka, jalan yang kupikirkan adalah kuliah di PTN. Bapak pun menyetujui hal itu.
Zaman lebih 20 tahun lalu, biaya kuliah di PTN cukup terjangkau bagi orang rata-rata. Kuliah di PTN biaya SPP-nya murah. Di masa itu, biaya per semester alias SPP di PTN kisaran 400 ribu rupiah.
Bahkan ada PTN yang biaya per semester alias SPP-nya Rp250 ribu. Itu sangat murah meriah.
Lalu, aku tak mungkin masuk PTN melalui jalur prestasi. Ya karena tak punya prestasi. Aku hanya siswa SMA biasa yang tak punya prestasi baik akademik atau non akademik. Tak bisa masuk PTN melalui jalur nilai rapor, sebab nilaiku buruk-buruk. Pernah ujian akhir catur wulan dapat nilai 3,5. Parahlah pokoknya!
Maka aku hanya bisa masuk PTN melalui UMPTN. Untuk itu, aku harus berjuang agar lolos UMPTN.
Sejak akhir kelas dua aku mulai menyisakan uang saku, aku tabung. Uang ini kemudian aku gunakan untuk ikut bimbingan belajar, transpor bolak-balik ikut bimbingan belajar, dan biaya UMPTN.
Aku rajin membaca soal-soal dan mengerjakan soal-soal UMPTN sejak awal kelas 3 SMA. Aku juga berdoa lebih sering sebisaku, bangun malam lebih sering, mengosongkan perut lebih sering. Aku sadar, anak yang tak pandai harus berusaha dan berdoa jauh lebih keras.
Selama setahun aku merasa benar-benar prihatin demi lolos UMPTN. Sampai kemudian petaka justru datang kisaran sepekan sebelum UMPTN. Aku kecelakaan!
Saat itu aku membonceng teman naik kendaraan roda dua. Si teman ini kemungkinan mengantuk. Sampai kemudian motor terserempet mobil boks.
Aku banyak mengalami luka. Dari kaki sampai tangan. Aku masih bisa mengikuti UMPTN tapi dengan sisi samping telapak tangan kanan terus mengeluarkan air dan kadang nanah karena luka kecelakaan. Darahnya belum juga mengering.
Maka aku harus ekstra hati-hati mengerjakan UMPTN. Hati-hati mengerjakan soal di lembar jawaban komputer itu. Sebab jika leleran air atau nanah sampai terkena lembar jawaban komputer, bisa berantakan.
Aku harus ekstra hati-hati mengerjakan UMPTN yang berlangsung dua hari itu. Tapi bersyukur aku bisa melewati momen mengerjakan ujian tersebut.
Selesai ujian aku sudah pesimis tak bakal lolos UMPTN. Kondisi badan tak fit, usai kecelakaan, belajar juga tak maksimal justru ketika jelang UMPTN. Belum lagi aku memang tak memiliki modal kecerdasan yang luar biasa.
Beberapa pekan menunggu pengumuman lolos tidaknya ke PTN, aku hanya bisa berdoa sejadi-jadinya. Berdoa tapi juga tahu diri. Artinya jika pun tak lolos ya mau bagaimana, karena memang mengerjakan UMPTN dalam kondisi tak enak badan.
Di hari pengumuman, aku beli koran. Dulu pengumuman di koran. Korannya aku masih ingat, namanya "Kedaulatan Rakyat". Setelah bolak-balik aku menemukan namaku di koran itu. Artinya aku lolos ke PTN.
Aku tarik napas dan bersyukur. Satu jalan berat aku lewati dengan sukses. "Ini keajaiban. Aku bisa lolos PTN sekalipun saat ujian kondisinya tak meyakinkan," kataku dalam hati.
Itu adalah fase mula bagiku meyakini bahwa keajaiban itu memang ada!