Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Garuda Perlu Ingat Liverpool, Jangan Boros Baterai tapi Mainkan Ritme

10 Desember 2021   04:30 Diperbarui: 10 Desember 2021   04:35 247 13


Indonesia mampu mengalahkan Kamboja 4-2 di laga perdana Piala AFF, Kamis (9/12/2021) malam. Namun, melihat penampilan Indonesia, saya terkejut. Timnas Indonesia sepertinya perlu mengingat Liverpool di Liga Inggris musim 2018-2019.

Saya sengaja menunggu laga ini. Menyempatkan diri menonton delapan menit awal. Saat melihat bagaimana pressing tingkat tinggi di awal laga yang diperagakan skuat Garuda, saya langsung percaya diri.

Timnas di awal babak pertama memang main bagus. Kamboja tidak diberi napas. Tekanan para pemain Indonesia benar-benar bisa membuat Kamboja dipermak.

Dalam hati saya mengatakan, jika Indonesia bermain pressing kelas wahid seperti ini, maka Malaysia dan Vietnam bakal ditekuk. Karena main dengan pressing tingkat tinggi, saya pun yakin Indonesia bisa mencetak gol cepat lawan Kamboja.

Benar juga, Rachmat Irianto menjebol gawang Kamboja di awal laga. Setelah delapan menit, saya berhenti menonton. Sebab, harus ikut kumpulan warga.

Sembari kumpulan saya membayangkan bagaimana Indonesia bakal mencetak setidaknya enam gol ke gawang Kamboja. Bayangan itu wajar karena di delapan menit awal, Indonesia main luar biasa.

Kumpulan warga selesai, saya kembali nonton pertandingan. Menjadi kaget karena ternyata Kamboja baru mencetak gol kedua. Lebih kaget lagi ketika pemain Indonesia terlihat kedodoran secara fisik.

Di menit 70 saya sudah ketar ketir. Ini bisa disamakan oleh Kamboja menjadi 4-4. Sebab,  istilahnya Indonesia mainnya benar benar tak ada tenaga.

Padahal jika Indonesia bertenaga sedikit saja, bisa mencetak dua gol tambahan. Sebab, pertahanan Kamboja terlihat longgar karena mereka asyik menyerang.

Tapi, ternyata pemain Timnas Indonesia benar-benar lemas tak keruan. Tak ada gol tambahan dan skor 4-2.

Melihat performa Indonesia di 30 an menit akhir, maka saya pun kemudian ragu apakah Indonesia bisa mengalahkan Malaysia dan Vietnam?

Lalu?

Ada waktu tiga hari bagi Indonesia untuk memulihkan tenaga kemudian melawan Laos. Kalau menurut saya, jika fisik para pemain tak memadai, akan repot jika main dengan pressing tinggi.

Jika pressing tinggi juga dilakukan pada Laos dan pemain makin kewalahan, maka tenaga untuk melawan Vietnam dan Malaysia akan menurun.

Jika kondisi fisik menurun, maka akan bahaya. Maka istilahnya jangan boros baterai. Kalau menurut saya mending main ritme. Ada sosok di tengah yang mengendalikan permainan. Sehingga Indonesia bisa mengatur ritme, bukan pressing ketat tiap saat. Tapi, mengatur ritme kapan kencang dan kapan pelan.

Mungkin niat pelatih bagus untuk pressing ketat. Hanya saja masalahnya karena skuat Indonesia terlihat kepayahan bermain dengan pressure tinggi selama 90 menit. Itu sih menurut saya.

Liverpool

Kemudian saya jadi ingat Liverpool di ajang Liga Inggris 2018-2019. Saat itu, mereka bermain bagus dan pressure tinggi. Di pertengan musim, Liverpool mampu memimpin klasemen Liga Inggris.

Tapi kemudian, pressure tinggi itu tidak kontinu. Mereka kedodoran di akhir. Mereka gagal juara.

Saya khawatir jika main dengan pressure tinggi tapi tak dibarengi fisik yang memadai, Indonesia bakal kedodoran di laga-laga akhir. Sekali lagi jangan boros baterai.

Maka sekali lagi, memainkan ritme penting. Di sini Evan Dimas bisa jadi aktor. Kapan menekan dan kapan mengurangi tekanan. Walau memang, melihat Indonesia bermain pressure tinggi memang menarik, tapi kalau akhirnya kedodoran ya sayang juga.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun