Seorang saudara pernah curhat ke saya. Dia mengaku sering dicurhati seseorang tentang suatu hal yang berulang-ulang. Saudara saya ini kemudian lelah.
Dalam hati aku bilang, kenapa lelah? Tinggal didengarkan saja, selesai. Eh beberapa tahun kemudian, aku mengalaminya. Aku pernah bekerja di beberapa perusahaan. Pengalaman ini terjadi di salah satu perusahaan yang penah menaungiku.
Ceritanya, ada seorang teman kerja yang mengaku tak sanggup melakukan pekerjaannya. Awalnya dia curhat padaku. Aku tentu saja mengatakan bahwa dia sanggup melakukan pekerjaannya. Kenapa aku bilang begitu? Karena si teman ini dipercaya langsung oleh direksi. Artinya si teman ini dinilai mampu.
Nah beberapa waktu kemudian, si teman ini curhat lagi bahwa dia merasa tak mampu melaksanakan tugasnya. Aku tentu saja mulai bilang bahwa ada beberapa opsi yang bisa dia lakukan.
Ternyata, dia mengeluhkan hal itu bukan hanya ke aku. Dia mengeluhkan hal itu pada teman yang lain. Artinya dia sering curhat soal ketidakmampuannya pada banyak teman.
Ternyata, teman-teman yang lain juga memberi respons. Teman-teman yang lain memberi opsi, seperti yang aku lakukan. Ternyata opsi-opsi itu tak pernah ada yang dipilih. Selain itu, dia juga tak mau mengubah diri.
Setiap ada masalah sedikit saja, dia langsung kembali curhat soal ketidakmampuannya. Akhirnya apa? Ya melelahkan sekali. Melelahkan mendengarkan curhat tentang hal yang sama dan berulang.
Lebih capek lagi karena setiap opsi solusi tak ada yang dia pakai. Lebih capek lagi karena dia pun tak mengubah perilakunya.
Ibaratnya dia mengeluh merasa tak bisa naik sepeda, padahal sebenarnya bisa. Lalu ketika dikasih opsi cara naik sepeda, dia tak melakukannya. Dia juga tak mau berusaha sendiri mengayuh sepeda, padahal dia bisa.
Itu sangat melelahkan. Sesuatu yang sangat melelahkan sekali. Sampai akhirnya aku bicara terang-terangan padanya. Intinya, jika dia curhat yang sama, aku mending pergi. Efeknya, tentu relasi kami tak seperti dulu lagi.