Satu ketika belasan tahun lalu, saya mudik dari Jakarta ke rumah. Saya berangkat dari Jakarta pukul 21.00 WIB menggunakan travel. Sampai di rumah pukul 07.00 WIB di hari berikutnya.
Sampai di rumah saya sibuk beraktivitas. Kemudian pukul 10.00 WIB saya mengendarai kendaraan roda dua, pergi ke kecamatan tetangga dengan waktu tempuh 30 menit.
Saya melintas di jalur pantura Jawa Tengah yang sibuk itu. Karena bermotor cukup kencang, semilir angin menyambar mata. Enak sekali rasanya. Mungkin karena badan capek selepas perjalanan jauh, semilir angin itu terasa nikmat.
Lalu, entah bagaimana saya terpejam dan hilang kesadaran. Tiba-tiba pula mata saya terbelalak dan melihat di depan sudah ada becak. Waw... saya membelokkan motor. Saya bersyukur tak menabrak becak dan lalu lintas di sekitar saya tak ramai.
Lalu, saya meminggirkan motor dan berhenti di tepi jalan. Saya memejamkan mata sebentar. Itu pertama kalinya saya merasakan tertidur saat berkendara. Saya menduga hanya beberapa detik saya tertidur sembari naik motor.
Saya kemudian percaya bahwa kondisi tubuh yang prima dibutuhkan ketika berkendara. Sebab, jika sampai kelelahan bisa jadi naik kendaraan sembari tertidur.
Kejadian kedua mungkin kisaran dua tahun lalu. Saat akan pulang ke rumah pukul 23.30 WIB, saya yang menaiki sepeda motor melintasi jalur sepi. Di depan saya ada truk yang berjalan lambat.
Saya memutuskan mempercepat laju motor untuk menyalip truk. Saya pun menyalip truk. Saya iseng menoleh ke belakang melihat truk itu. Ternyata truk yang berjalan pelan itu terus menepi dan menabrak musala. Suara tabrakan cukup kencang.
Di malam hari itu pun. Orang-orang berhamburan keluar rumah. Saya putar balik dan mendekati truk yang sudah berhenti karena tabrakan itu. Saya diminta bantuan oleh warga sekitar untuk ikut membuka pintu truk. Ah... ternyata sopirnya molor. Posisi badannya tertidur di tempat duduk dan sedikit ada luka. Dan bau dari mulut sopir itu, hmmm, tahu sendiri kan.
Sekalipun truk menabrak dan suara tabrakannya keras, tapi laju truk itu sangat pelan. Kami menduga bahwa beberapa meter sebelum tabrakan, si sopir sudah terlelap.
Dua kejadian itu benar-benar menyadarkan bahwa berkendara itu harus dalam kondisi prima. Khususnya untuk jarak sedang atau jarak jauh. (*)