Dinamika Pilkada Solo sedang menghangat. Partai Golkar, seperti dibeberkan banyak media, secara resmi mengusung Gibran. Hanya saja, Golkar tak mungkin mengusung Gibran sendirian. Pasalnya, Golkar hanya memiliki 3 kursi di DPRD Solo.
Seperti diketahui, syarat dukungan parpol atau gabungan parpol di pilkada adalah 20 persen kursi di DPRD. Persentase 20 itu setara dengan 8 kursi di DPRD Solo.
Maka, Gibran membutuhkan lima kursi lagi agar bisa maju di Pilkada Solo. Beberapa waktu lalu, Gerindra yang memiliki 3 kursi juga berhasrat mendukung Gibran. PSI yang punya 1 kursi juga kemungkinan merapat ke Gibran.
Jika akhirnya Gibran diusung 3 parpol, maka Gibran membutuhkan satu kursi lagi. Masih ada dua parpol tersisa selain PDIP yakni PKS dan PAN. PKS memiliki lima kursi dan PAN memiliki 3 kursi.
Jika salah satu dari PKS dan PAN itu juga mengusung Gibran, maka Gibran bisa maju di Pilkada Solo. Hitung-hitungan itu tentu dengan mengesampingkan PDIP. Nah, kemudian kita berandai-andai. Jika Gibran sudah memiliki kendaraan untuk maju di Pilkada Solo (selain dari PDIP), apakah PDIP akan ikut mengusung Gibran?
Ini jadi pertanyaan yang menarik. Jika PDIP mengusung Purnomo, maka akan ada pertarungan antara PDIP dengan trah Jokowi. Bisa jadi, jika hal itu terjadi, Gibran akan mundur dari PDIP. Selain itu, akan terjadi adu kekuatan antara basis PDIP dengan pendukung Jokowi. Tentu akan jadi pertarungan seru.
Namun, bisa jadi PDIP yang memiliki 30 kursi di DPRD Solo juga akan merapat ke Gibran. Jika PDIP merapat ke Gibran, maka potensi yang terjadi adalah Gibran akan jadi calon tunggal. Gibran akan melawan kotak kosong. Jika melawan kotak kosong, maka Gibran sepertinya akan dengan mudah melenggang.
Ada juga potensi lain, yakni Gibran tak jadi calon tunggal. Hal itu terjadi jika PAN dan PKS bersatu melawan koalisi gemuk. Tapi, secara matematika politik, melawan Gibran dan PDIP di Solo bukan pilihan yang menarik. Saya pikir, daripada keluar duit banyak dan kalah, mending merapat ke Gibran.
Tantangan ke PDIP
Keputusan Golkar yang resmi mengusung Gibran juga menjadi tantangan bagi PDIP. Misalnya, apakah berani PDIP mengusung Purnomo dan berpotensi melawan Gibran jika anak Presiden Jokowi didukung koalisi parpol?
Jika melihat geliat di PDIP Solo, tentu kemungkinan memasang Purnomo tetap terbuka. Apalagi, PDIP Solo melarang Purnomo untuk mundur dari kontestasi pilkada. Tapi apakah PDIP pusat juga akan berpikiran seperti PDIP Solo? Patut kita tunggu drama politik selanjutnya.