Mempelai wanita baru mengetahui jika "suaimnya" adalah wanita saat di malam pertama. Karena itu, mempelai wanita sempat syok, walaupun saat ini kondisinya sudah membaik. Maka, resepsi pernikahan yang sudah disiapkan pun dibatalkan. Pernikahan itu sendiri dilakukan secara siri.
Tentu tulisan ini tak akan memperpanjang soal cerita tersebut. Namun, tulisan ini mencoba mengingatkan kembali momen-momen yang bisa dilakukan agar aksi tipu menipu terkait pernikahan tak terjadi. Satu yang penting bahwa calon mempelai itu saling mengenal.
Saling mengenal di sini artinya bahwa kedua mempelai sudah mengenal masing-masing calonnya sekalipun jarang bertemu. Masing-masing mengetahui juga latar belakang keluarga atau lingkungan calon pasangannya. Jadi, bukan orang yang tak kenal sama sekali, kemudian memutuskan untuk menikah.
Satu hal yang juga pernah terjadi pada penulis di masa sebelum menikah adalah antarkeluarga saling berkunjung. Hal ini perlu agar antarkeluarga (bukan hanya calon mempelai) bisa saling mengetahui. Momen saling mengenal antarkeluarga ini juga untuk mendapatkan informasi dari lingkungannya. Setidaknya, dari informasi lingkungan, kasus tertipu menikah sejenis seperti di Bengkulu tak terjadi.
Formal atau menikah secara formal yang diakui negara juga penting. Sebab, dengan segala kelengkapan administratif, bisa memgeliminir kemungkinan tertipu menikah sejenis. Walaupun tetap saja kemungkinan tipu menipu data administratif bisa terjadi, tapi kemungkinan itu mengecil ketika pernikahan diakui oleh negara.
Satu hal yang juga penting di masa saat ini adalah bagaimana kita mengeratkan hubungan dengan sesama manusia. Bagaimana kita bisa saling bertegur sapa dengan tetangga, saling mengenal. Tidak hidup hanya eksklusif memikirkan diri sendiri.
Membuka diri pada tetangga (untuk hal yang layak dibuka tentunya) sangat penting agar kita bisa saling mengingatkan dan sebagainya. Sebab, sebagai makhluk sosial, kita tak bisa hidup tanpa orang lain. Relasi yang baik dalam bertetangga dan bersosialisasi bisa membuat kita mengetahui hal hal umum yang perlu kita ketahui sebagai makhluk sosial.
Sebab, jika kita hidup sangat individualistis, potensi potensi ditipu, tak saling mengenal, akan sangat tinggi sekali. Kalau tak saling mengenal, aksi tipu-tipu potensial terjadi. Tulisan tulisan saran ini bukan menjustifikasi bahwa kasus di Bengkulu terjadi karena tidak melakukan saran-saran penulis, tentu bukan. Sebab, satu kasus bisa terjadi dengan bermacam varian penyebabnya. Bisa jadi hal hal normal sudah dilakukan oleh calon mempelai di Bengkulu itu, tapi tetap saja tertipu. Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan penipuan pernikahan itu terjadi.
Tulisan penulis hanya memberi gambaran dari sudut pandang formalitas dan sosialisasi berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bisa jadi orang lain memiliki pengalaman pribadi yang berbeda yang bisa menjadi alat penangkal agar penipuan pernikahan tak terjadi. (*)