Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

SBY Ketum, Menakar Sukses Partai Demokrat 2019

18 Mei 2015   13:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 143 0
Baru saja Kongres PD berakhir di Surabaya. Seperti yang sudah diperkirakan banyak pihak, pastilah SBY yang terpilih sebagai Ketua Umum secara aklamasi. Ada Gde Pasek Suwardika dan Marzuki Alie, yang meramaikan nominasi Ketua Umum, tapi keduanya berhenti menjelang Kongres dibuka. Gde Pasek, seperti yang banyak beredar di media sosial, tidak mendapat undangan Kongres, dan terjegal tata tertib serta AD/ART untuk terus melaju di arena Kongres. Begitupun Marzuki Alie, sehari sebelum Kongres dibuka, menjelaskan di depan Pers tidak maju dan mendukung SBY sebagai Ketua Umum. Alasan menjaga Keutuhan PD agar tidak seperti Golkar dan PPP, serta pentingnya figur SBY sebagai pemersatu sekaligus magnet elektoral dikemukakan Marzuki Alie sebagai latar tidak berlanjutnya berkompetisi di arena Kongres. Padahal, Marzuki Alie yang diharapkan banyak pihak termasuk arus bawah/DPC-DPC running berkompetisi. Kenyataannya tidak!

Setelah SBY terpilih secara aklamasi, diskusi lsg mengarah pada ramal-meramal siapa yang akan menempati posisi Sekjen. Ada Andi Arief, Dino Patti Djalal, Dipo Alam adalah nama yang dipersepsi sebagai orang luar PD yang sangat punya peluang dibawa SBY untuk memperkuat PD. Muda, intelektual dan loyal kepada SBY adalah alasan yang sangat masuk akal. Dari kader internal Partai ada Gita Wiryawan (masuk PD saat proses Konvensi Capres PD), Dede Yusuf, Marzuki Alie, Syarief Hasan, Edhi Baskoro Yudhoyono adalah tokoh internal yang juga dinominasikan.

Jika dilihat dari perspektif SBY, masuknya tokoh dari luar adalah suatu keniscayaan, menambah kapasitas sekaligus efektifitas organisasi adalah alasannya, mereka sudah terbukti memberikan "service" yang baik dibidang masing-masing selama SBY menjadi Presiden. Mereka dianggap sangat paham apa mau dan bagaimana selera organisasi dan komunikasi SBY. Sangat besar peluang karir mereka berlanjut dan masuk ke bab baru di Partai Demokrat. Walaupun, pilihan ini akan berhadapan dengan "resistensi" psikologis kader yang berharap tokoh internal partailah yang seharusnya mengisi posisi Sekjen, agar langsung tancap gas konsolidasi sekaligus kaderisasi dan regenerasi berjalan di PD. Pada titik ini mereka berharap agar SBY jgn seperti masa Anas Urbaningrum Ketum. Tiba-tiba banyak orang baru masuk dan mengisi posisi-posisi penting baik  di Pusat maupun di Provinsi/Kab/Kota. Sementara kader yang berkeringat mengisi posisi-posisi tidak strategis.

Dari sisi internal partai, Edhi Baskoro Y, sudah dinyatakan sulit untuk masuk pada posisi Sekjen. Sinisnya publik terhadap kemenangan SBY sebagai Ketum tanpa kompetisi yang demokratis, akan semakin bertambah jika Ibas duduk kembali pada posisi Sekjen. Selain roda organisasi akan tidak optimal berjalan karena secara internal akan terkondisikan pada situasi "family tone" dimana bisa dipastikan suara yang bersifat mengoreksi akan sangat sulit diaktualkan. Apalagi 5 tahun terakhir sudah banyak kritik tertutup maupun terbuka tentang Sekjen yang sulit dihubungi jika kader ingin berkonsultasi,,, berkomunikasi atas masalah-masalah yang dihadapi di daerah, di lapangan, apalagi posisi Ketua Harian sudah dihapuskan dari struktur organisasi AD/ART Kongres IV. Posisi Ibas sebagai Ketua Fraksi PD di DPR RI sudah sangat strategis untuk Sang Pangeran.

Selanjutnya ada Marzuki Alie, mantan Sekjen, dan mantan Ketua DPR RI. Melihat tipologi skill dan pengalaman, banyak pihak melihat ybs lebih cocok untuk diposisi Sekjen daripada Ketua Umum. Profesional dan berpengalaman sebagai Eksekutif BUMN, dan juga berpengalaman sebagai Sekjen dimasa Emas PD, serta pengalaman menjalin komunikasi dan lobby politik lintas partai  semasa menjabat Ketua DPR RI. Salah seorang senior di PD juga mengatakan sosok Marzuki Alie, kuat secara administrasi dan urusan dalam. sekaligus menjaga agar partai tetap berada di rel fungsinya sebagai: arena pendidikan politik, sosialisasi politik, partisipasi dan rekrutmen/kaderisasi politik. Apalagi banyak "positive tone" testimoni kader di tingkat DPC yang mencirikan Marzuki sebagai tokoh yang "mingle" dengan kader, mudah dihubungi, banyak bantu kader yang bermasalah dengan hukum dan kasih solusi.

Namun, urusan Sekjen ini bisa sangat personal bagi SBY yang lebih butuh persona yang "membantu" yang dekat dan intens berkomunikasi dua arah dan loyal, proaktif. Untuk hal ini, banyak pihak melihat Marzuki Alie bukanlah profil yang akan dipilih SBY. Marzuki dikenal berani berbeda pendapat,  punya sikap dan pendirian yang kuat. Hal mana bisa dibaca sebagai "negative" dari sisi sinerji dan efektivitas organisasi. Apalagi, informasi yang masuk ke SBY dan Cikeas tentang Marzuki Alie selama ini lebih banyak ber"tone negatif" tentang Marzuki Alie yang tidak loyal, tidak bisa diatur. Banyak terdistorsi karena kepentingan "ring 1" yang oleh Anas Urbaningrum disebut "sengkuni", yang tidak mau terlempar dari zona nyaman berada diketiak SBY selama ini, jika Marzuki pegang posisi kunci.

Figur lain adalah Syarief Hasan, mantan Menteri SBY, anggota DPR RI. Dikenal loyal dan dipersepsi tidak bermanuver politik di internal. Dikenal setia, walaupun tidak kebagian kursi Ketua MPR saat pemilihan tahun lalu, tetap konsisten bekerja maksimal membantu SBY sebagai Ketua Harian PD. Syarief Hasan harusnya orang yang paling berjasa meramu terjadinya pemilihan SBY Ketum secara aklamasi. Dengan berbagai rekayasa proses pra kongres yang mensyaratkan dilakukannya pendaftaran Calon Ketum, penyempitan persyaratan Calon Ketum, perang opini di publik hingga dilakukannya proses pengaturan keberangkatan, penginapan, kebulatan tekad, hingga pengaturan pulang peserta Kongres, maka Syarief Hasan tetap menjadi "key person" bagi SBY, yang telah mengkondisikan Kongres berjalan lancar.

Andaipun ada faktor kontra bagi Syarief Hasan untuk duduk sebagai Sekjen, lebih karena kader belum melihat adanya karya nyata Syarief Hasan baik dari sisi pembangunan infrastruktur partai, problem solving dan komunikasi. Selama ini kiprah Syarief Hasan lebih banyak di Kabinet daripada di Partai. Dan kader banyak kecewa karena tidak banyak mendapat manfaat atas berjalannya program-program di kementrian Koperasi UMKM bagi Partai. Atau kalaupun ada kompetisi internal lingkar 1 SBY ,  Syarief Hasan akan dikunci dengan citra sebagai tokoh tua yang segenerasi, seumur dengan SBY, jalan 66 tahun. Isu regenerasi adalah salah satu penghalang kuat duduknya Syarief Hasan sebagai Sekjen.

Ditengah silang analisa terkait profil Sekjen, nama Dede Yusuf, Ketua Komisi X DPR RI, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat melesat sebagai calon kuat menduduki posisi Sekjen. Loyal, Muda, ganteng dan populer itulah atribut yang banyak dilekatkan pada Dede Yusuf. Duduknya Dede Yusuf di posisi Sekjen dianggap dapat meningkatkan popularitas PD pada Pemilu 2019. Diharapkan Dede dapat memperkuat jangkauan PD di kalangan anak muda.

Hampir tidak ada hal yang melemahkan untuk menghantar Dede Yusuf ke Kursi Sekjen. Kalaupun ada maka itu lebih karena Dede Yusuf dianggap belum berpengalaman dan belum punya prestasi dalam konsolidasi PD, sekaligus leadership yang belum banyak teruji dan diapresiasi.

Syarief Hasan kepada media mengatakan bahwa pengumuman pengurus DPP PD 2015-2020 akan dilakukan paling lambat 2 minggu lagi, walaupun Kongres memberi waktu hingga 30 hari sejak terpilihnya SBY sebagai Ketum secara aklamasi. Siapa yang akan mengisi posisi Sekjen? Bagaimana komposisi kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat?

Menakar sukses PD pada pemilu dan pilpres 2019, sedari awal dapat dilihat dengan menganalisa bagaimana kepengurusan DPP PD yang akan diumumkan SBY.

Sukses PD 2019 hendaknya tidak hanya bertumpu pada romantisme kesuksesan PD pada pemilu 2004, dimana SBY menjadi gelombang besar, sekaligus magnet elektoral yang berimbas pada PD yang memperoleh 7,45% dari total suara nasional. Berulang dan klimaks pada pemilu 2009, memperoleh 20,4% dari total suara nasional berkat SBY yang disukai rakyat, didukung meluas dan menguatnya  infrastruktur PD yang di nakhodai Hadi Utomo sebagai Ketum dan Marzuki Alie sebagai Sekjen waktu itu.

Pada Pemilu dan Pilpres 2019, sukses Partai Demokrat akan sangat tergantung pada hal-hal sbb:

1. Melakukan konsolidasi, revitalisasi organisasi hingga tingkat RT/RW serta membangun  infrastruktur partai hingga tingkat terendah, menutupi kemandekan selama 5 tahun terakhir yang secara infrastruktur mengalami penurunan.

2. Menumbuh suburkan semangat Demokrat yang SATU hidup disetiap sendi kehidupan partai. Sudah tidak ada pengikut A atau B atau C lagi. Semua kader fokus menjadi PD yang SATU. Buang istilah pembersihan, penyingkiran dll. Hal ini akan terefleksi dari kepengurusan DPP yang akan diumumkan. Apakah semua pihak bisa diakomodir SBY, dan batas "faksi" semakin menipis karena terjadi komunikasi intensif untuk PD yang SATU, bukan karena "pembersihan". Dengan demikian, PD tidak beresiko kehilangan aset potensial yang saat ini sudah hadir mendinamisasi.

3. Bagaimana PD dapat mengatasi berbagai kasus hukum/pidana korupsi yang bisa saja menimpa  kader dikemudian hari dengan solid baik preventif maupun kuratif. Perlu dibangun strategi yang baik agar tidak korosif terhadap citra partai.

4. Kejelian SBY dan PD, untuk sedari awal melakukan searching and sourcing, memupuk dan membesarkan tokoh yang akan diusung sebagai Capres 2019. Jika ketajaman penglihatan SBY dan PD akurat, dan PD memiliki Capres yang kuat apalagi menang Pilres, maka sangat mungkin PD akan bisa mengulangi dan bahkan melebihi sukses sebelumnya. Posisi sebagai Partai Penyeimbang yang dipilih SBY akan sangat menguntungkan dan membuat PD fleksibel untuk melakukan seleksi lebih awal, dimanapun Capres itu berada. Disinilah tantangan SBY Fade Away harus dibuktikan, yaitu bagaimana SBY bersiap menjadi King Maker pada pemilu 2019 yad. Atau jikapun SBY tetap populer seperti saat ini, bagaimana itu menjadi modal yang baik sebagai tambahan popularitas bagi figur baru yang bisa jadi saat ini sudah mulai muncul.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun