Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Artikel Utama

Seberapa Manis?

4 Februari 2014   10:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10 807 4

Suatu sore di ruang latihan tim J.

“Kalau ditanya member tim J yang paling manis, pasti aku!” kata Nabilah yang sedang menghafal gerakan Fortune Cookie.

Rupanya kata-kata Nabilah tadi didengar oleh Ayanachan, “Oh tak bisa. Aku yang paling manis. Coba lihat di cermin?”

Cindy Gulla, yang awalnya tak menghiraukan mereka jadi ikut nimbrung,”Kalian salah. Akulah yang paling manis. Namaku aja ada gulanya”.

“Eh, Cigull. Itu kan namamu aja. Tapi kata wota, aku yang paling manis”, kata Nabilah.

Ayanachan tak terima,”Gak bisa pokonya aku yang paling manis!”

“Aku pokoknya, aku….”,kata Cindy Gulla. Mendengar ribut-ribut itu, sang kapten, Devi Kinal menengahi.

“Kalian ini apa-apaan, sih? Kok pada ribut. Kalian tahu enggak kalau kemanisan kalian tak ada apa-apanya dibanding sama Thaumatin”.

“Hah apa itu? Kok bisa paling manis?” tanya Ayanachan.

“Itu sejenis protein. Bisa lah, kan ahli kimia sudah pernah mengukurnya”, jawab Kinal.

Nabilah heran lalu bertanya, “Hah? Diukur, memangnya gimana caranya?”

Itulah sepenggal percakapan diantara tim J mengenai siapa yang paling manis. Manis yang merupakan rasa yang menyenangkan memang banyak didapat dari gula, tepatnya sukrosa. Mulanya, orang berpikir bahwa manis adalah sesuatu yang relatif. Namun, di akhir abad 20, orang mulai berpikir tentang adanya sensor kimia rasa manis pada lidah. Dulu pas pelajaran IPA kelas 5 SD pasti anda ingat, bagian lidah mana yang peka terhadap rasa manis?

Yap, benar sekali, bagian ujung lidah. Dari pemahaman mengenai adanya sensor rasa manis ini orang mulai berpikir bahwa rasa manis timbul akibat adanya interaksi antara reseptor rasa manis dengan zat yang menghasilkan rasa manis.

Apa saja yang manis?

Sayalah yang paling manis. Hehe narsis. Bukan, saya tidak manis karena tidak bisa dimakan. Nah di dunia perkimiaan (waduh bahasanya) ada dikenal dengan seyawa aldehida dan keton. Kalau anda menyimak siaran sain saya kemarin mengenai alkohol pasti anda mengerti apa itu aldehida dan keton. Yup, tepat sekali. Aldehida adalah hasil reaksi oksidasi alkohol primer, sedangkan keton adalah hasil reaksi oksidasi alkohol sekunder. Adanya dua gugus ini menyebabkan senyawa terasa manis.

Kita tahu makanan utama kita adalah beras eh nasi. Tahukah anda bahwa nasi mengandung karbohidrat yang merupakan polisakarida (gabungan dari banyak monosakarida). Polisakarida ini terdiri dari gugus yang namanya aldosa (aldehida) dan ketosa (keton). Adanya kedua gugus tersebut menyebabkan nasi rasanya manis. Atau bisa dikatakan senyawa yang mengandung gugus aldehida dan keton adalah manis.

Demikian dengan gula pasir, yang nama kerennya sukrosa. Sukrosa merupakan dimer (gabungan dari glukosa dan fruktosa). Semua pasti tahu kalau gula rasanya manis. Kecuali kalau lagi sakit banget dan gak enak makan. Adiknya gula pasir, yakni glukosa (gula darah) juga memiliki rasa manis. Kalau yang berniat mencicipi silahkan ke laboratorium. Bentuknya seperti gula halus buat taburan donat. Enak lho.

Apakah Tuhan hanya menciptakan Gula sebagai benda yang Manis????

Ternyata tidak. Biar gula tidak besar kepala, maka Tuhan menciptakan senyawa lain yang juga manis. Mereka adalah asam amino. Ayo apa itu asam amino????

Asam amino adalah molekul penyusun protein. Pasti tahu protein kan? Yap, protein merupakan zat pembangun tubuh yang sangat penting. Protein ini tersusun oleh asam amino dengan ikatan dipeptide dengan struktur yang kompleks. Nah, asam amino ini juga ada yang manis.

Selain gula dan asam amino, banyak senyawa yang juga rasanya manis. Mereka antara lain Berilium Klorida dan Timbal Asetat. Untuk senyawa organik  yang juga manis adalah kloroform, nitrobenzena, dan etilena glikol. Mau coba juga??? Silahkan. Saya gak tanggung akibatnya ya.

Selain itu, kalau kita jajan es tapi rasanya aneh (orang jawa bilang serik) pasti kita menyebutnya seribu manis. Pertanyaannya, apakah manisnya memang seribu? Sebelum membahas itu, kita belajar dulu mengapa kita merasakan manis.

Mengapa kita bisa merasakan manis?

Kita tahu di lidah ada yang namanya bintil-bintil pengecap (papila). Saat kita belajar biologi, bintil-bintil pengecap itu yang berperan menerima rangsangan manis. Ternyata para peneliti membuktikan bahwa tidak hanya bintil-bintil tersebut yang berperan mengecap rasa manis tapi juga ada yang namanya protein G. Bagaimana protein G bisa menerima  dan menghantarkan rangsangan rasa manis?

Mula-mula, molekul “manis” melekat pada reseptor. Akibat proses pelekatan itu, maka terjadi perubahan bentuk molekul. Perubahan bentuk tersebut menyebabkan perubahan aktivitas protein G tadi. Protein G yang aktif ini akan menghidupkan enzim adenilat cyclase (duh namanya ribet banget). Adenilat cyclase ini akan mengubah ATP menjadi cAMP (FYI ATP adalah sesuatu yang sering kita sebut “energi/kalori” di dalam tubuh kita). Molekul cAMP kemudian mengaktifkan enzim protein kinase sehingga terjadi fosforilasi dan menutup pergerakan ion potassium yang sebelumnya bisa keluar masuk. Nah akibatnya jumlah ion potassium bertambah sehingga muatan positif di dalam sel (lidah) juga ikut bertambah. Maka terjadilah beda potensial yang akhirnya menyebabkan terjadinya hantaran impuls ke otak.

Wah ribet ya. Gampangnya kita misalkan di waduk yang bisa digunakan PLTA. Anggap saja molekul manis tadi sebagai air yang mengalir. Lalu protein G berperan sebagai generator. Air yang mengalir akan menggerakkan generator. Generator ini akan menggerakkan turbin sehingga dihasilkan arus listrik. Nah intinya sama seperti itu.

Tadi disebutkan bahwa seyawa yang memiliki rasa manis memiliki gugus aldehida dan keton, tapi apa hanya dua gugus itu yang menyebabkan manis????

Ternyata tidak. Tahukah anda para ahli kimia telah menghasilkan beberapa teori tentang kemanisa. Waduh manis aja pake teori.

Teori pertama dikemukakan oleh kimiawan Jerman yakni Georg Cohn pada tahun 1914. Dia berhipotesis bahwa untuk menjadi manis senyawa tersebut harus memiliki motif struktur yakni sapopor. Struktur ini yang memberikan rasa manis. Selain itu, molekul tersebut harus memiliki gugus hidroksil yang banyak dan juga mengandung atom klorin (gila ribet banget kalau mau jadi manis).

Teori kedua dikemukakan oleh Oertly dan Myers. Teori ini dikenal sebagai teori pewarnaan. Teori ini mengatakan jika senyawa mau menjadi manis maka harus memiliki dua bentuk struktur, yakni glukofor dan auksogluk (duh bacanya sulit).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun