“Ayo Ardi giring bolanya ke sini”, seru Hasan.
Ardi segera berlari menuju Hasan dan siap mengoper bolanya.
Tapi tiba-tiba.
Bruuuuk.
“Aduh sakit”, rintih Ardi. Rupanya dia tersandung batu yang tidak sempat dilihatnya.
“Bagiamana ini?” Tanya Feri. “Apa kamu masih kuat, Di?”
“Aduh, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan. Aku udahan dulu aja”.
“Ya sudah, kamu obati dulu lukamu. Jangan lupa bersihkan pake Alkohol 70%”, ujar Felix
“Baiklah teman-teman. Aku pulang dulu ya”.
“Oke, hati-hati”. Kata teman-teman Ardi.
Itulah sepenggal kisah mengenai seorang anak yang terjatuh dan mengalami luka saat bermain bola. Salah satu temannya memberi saran agar tidak lupa untuk memberi alkohol 70% pada luka. Cairan ini sering digunakan sebagai disinfektan yang berfungsi untuk mencegah infeksi lebih lanjut. Sebenarnya ada banyak cairan disinfektan, namun yang sering digunakan adalah alkohol 70%. Mungkin ada pertanyaan, mengapa alkohol bisa digunakan sebagai disinfektan dan mengapa harus 70%?
Alkohol 70% merupakan cairan yang mengandung 70% etil alkohol (CH3CH2OH) dan 30% air. Etil alkohol (etanol) membunuh bakteri melalui 2 cara, yakni denaturasi protein dan pelarutan membran lemak. Protein merupakan salah satu penyusun dari sel bakteri. Protein berperan penting di dalam sel. Jika diibaratkan, protein adalah mesin dari sel. Protein pada sel bakteri ini akan bekerja dengan baik jika larut dalam air. Nah saat terdapat etanol di dalam lingkungan sel bakteri, maka kelarutan protein akan menurun, mengapa?
Etanol dapat larut dalam air dengan segala perbandingan. Mereka berdua (etanol dan air) disebut juga dua cairan misibel. Jika dipertemukan, mereka akan saling curcol, ngakak bareng, jalan-jalan, nonton bareng, karaoke, dll. Pokoknya klop deh.
Mengapa mereka bisa klop? Jawabannya ada terletak pada gaya antar molekul yang terjadi. Antara molekul etanol dengan molekul air akan mengalami interaksi yang cukup kuat. Interaksi ini cenderung lebih kuat dibandingkan gaya antar molekul etanol sendiri. Kuatnya interaksi antara etanol dengan air disebabkan adanya gugus –OH yang terdapat di dalamnya. Gugus –OH ini yang menyebabkan etanol bersifat hidrofilik (suka air). Meskipun di dalam molekul etanol sendiri terdapat rantai hidrokarbon (CH3CH2- ) yang juga menyebabkan interaksi antar molekul etanol sendiri, tapi interaksi itu tidaklah terlalu sekuat antara air dan etanol. Akhirnya, etanol dan air dapat larut sempurna. Inilah yang merupakan prinsip like dissolve like.
Rupanya, air yang memiliki teman baru yakni etanol mulai meninggalkan teman lamanya, yakni protein. Mereka yang biasanya bergaul bersama akhirnya menjadi jarang bergaul. Dengan kehadiran etanol tadi, maka kelarutan protein dalam air menurun. Sedikit demi sedikit protein mengalami denaturasi. Akibat denaturasi, protein di dalam sel bakteri pun ngambek, gak mau kerja. Akibatnya, proses-proses penting di dalam sel bakteri menjadi terhambat.
Selain melalui denaturasi protein, perusakan sel bakteri juga melalui pelarutan membran lipid (lemak). Sel bakteri dikelelingi oleh membran lipid. Membran ini seperti bodyguard yang melindungi dari lingkungan luar. Saat ada etanol, membran lipid mulai terpengaruh karena adanya gugus hidrofobik (tidak suka air) pada etanol. Gugus hidrofobik pada etanol terdapat pada rantai hidrokarbon (CH3CH2-). Sama seperti tadi, mereka mulai klop dan curcol bareng. Namun, akibatnya kekuatan penjagaan membran lipid mulai melemah dan kerja sel bakteri mulai terhambat. Ibaratnya sang bodyguard tadi dialihkan perhatiannya dengan wanita cantik sehingga penjahat mudah sekali masuk.
Nah yang menjadi pertanyaan mengapa harus 70%? Kenapa tidak 96% saja, kan harusnya lebih ampuh?
Ternyata tidak. Kita tahu tadi salah satu kerja etanol dalam merusak sel bakteri adalah mendenaturasi protein. Kerja ini akan lebih efektif jika ada air di dalamnya. Etanol 70% merupakan campuran antara etanol sebanyak 70% volume dan air 30% volume (v/v). Analoginya saat kita mandi dengan sabun. Apakah kita bisa hanya menggunakan sabun saja? Tentu harus pakai air kan? Nah inilah yang menyebabkan mengapa harus ada air di dalam cairan alkohol yang digunakan. Selain itu pada alkohol konsentrasi sangat tinggi hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri. Tidak mampu menembus membran sel bakteri dan mendenaturasi protein di dalam sel bakteri yang sebenarnya merupakan target utamanya.
Itulah alasan mengapa alkohol dengan konsentrasi 70% banyak dipilih sebagai disinfektan. Namun penggunaan alkohol 70% ini hanya bisa digunakan untuk luka tertutup. Penggunaan cairan ini hanya sebagai profilaksis (tindakan pencegahan). Jika digunakan untuk luka terbuka maka akan menimbulkan rasa pedih dan memperberat luka. Akan terbentuk koagulan (gumpalan) yang memungkinkan bakteri akan hidup di dalamnya.
Sekian. Mohon maaf jika ada kekurangan. Salam.
Sumber:
Staf Pengajar Departemen FK Universitas Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Effendy. 2008. Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antar Molekul. Malang: Bayumedia Publishing.
Gambar: