Kota di datar tinggi sejuk menarik hati
Yang Brantas melintas berliku
Yang tepi dilindung gunung
Penuh pemandangan sehat
Malang Kota Berkat
Itulah sepenggal lagu Malang Kota Subur. Sebuah lagu yang sering didengungkan dalam acara-acara bertema kota Malang. Tak terasa, hari ini Kota Malang tepat berusia satu abad. Usia yang cukup istimewa. Berawal dari sebuah tempat yang tak begitu dikenal, in the middle of nowhere, kini Malang menjadi salah satu kota yang cukup dikenal, tak hanya di Indonesia namun juga di mancanegara.
Malang. Dari mana nama itu berasal? Banyak versi mengenai pemberian nama Malang ini. Yang pasti, bukan karena warganya yang selalu bernasib sial. Penulis sendiri merasa tidak bernasib sial hidup di Malang. Kata Malang sendiri ada yang mengatakan bahwa berarti melintang. Malang melintang. Mengapa bisa melintang?
Jika diamati dari peta, akan tampak kota ini dikepung gunung. Ada Gunung Arjuno-Welirang di utara, Gunung Semeru di timur, dan Gunung Kawi-Butak di barat. Meski dikepung gunung, posisi Kota Malang cukup aman karena melintang diantara gunung-gunung itu. Salah satu buktinya, saat letusan Gunung Kelud kemarin, Kota Malang aman-aman saja, tak terkena dampak letusan yang cukup berarti. Sunguh karunia Tuhan yang patut disyukuri.
Versi lain mengatakan, kata Malang berasal dari sebuah nama bangunan suci bernama Malangkuçeçwara. Letak bangunan suci ini masih diperdebatkan. Selain nama bangunan suci, kata Malang juga diyakini sebagai naman sebuah tempat bernama Malangsuka. Daerah ini merupakan sebuah desa di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang yang berdekatan dengan letak Candi Jago dan Candi Kidal, dua candi peninggalan Kerajaan Singosari.
Nama Malang juga berasal dari kata Malang (bahasa Jawa), yang berarti menghalang-halangi. Mengapa bisa dikatakan menghalang-halangi? Ternyata ada cerita saat Raja Mataram Islam ingin menancapkan kekuasaannya di daerah Malang. Penduduk Malang saat itu rupanya tak mau begitu saja tunduk kepada Mataram. Mereka menghalang-halangi usaha Raja Mataram. Gagalnya usaha Raja Mataram ini hingga kini bisa kita saksikan. Malang tidak termasuk daerah Mataraman (daerah pengaruh kekuasaan Mataram), namun merupakan kawasan Arek (seperti halnya Kota Surabaya). Kondisi sosial budaya masyarakat Malang cukup berbeda dibandingkan dengan dua daerah lain yang berbatasan langsung seperti Kediri dan Blitar. Kedua daerah ini merupakan daerah Mataraman.
Sejak kapan ada suatu peradaban di Malang? Rupanya peninggalan sejarah di Malang sudah ada sejak abad ke-8 Masehi. Dari mana keyakinan itu berasal?
Penemuan Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M menjadi bukti bahwa daerah Malang sudah ditinggali oleh suatu kelompok masyarakat. Tak hanya itu, kelompok masyarakat tersebut sudah membangun suatu pemerintahan yang kuat, adil, sejahtera bernama Kerajaan Kanjuruhan. Nama Kanjuruhan kini diabadikan sebagai stadion kebanggaan masyarakat Malang, tempat tim Arema bermain. Kisah Kerajaan Kanjuruhan ini menjadi kisah yang patut diteladani. Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh seorang raja bernama Gajayana. Raja ini benar-benar all out dalam menyejahterakan rakyatnya. Saat pemerintahan Raja Gajayana, masyarakat kerajaan itu benar-benar hidup makmur, tenteram, dan sejahtera. Tak hanya berhenti sampai di pemerintahan Raja Gajayana, kisah kemakmuran Kerajaan Kanjuruhan berlanjut pada raja-raja selanjutnya. Hingga akhirnya, Kerajaan Kanjuruhan menyatakan diri berada di bawah Kerajaan Mataram Kuno. Setelah itu, tak tampak lagi peninggalan yang berarti.
Malang menjadi tempat penting kembali sejak dibukanya jalur kereta api menuju Malang. Stasiun kereta api pertama dibangun, yakni Stasiun Malang Kotalama pada tahun 1879. Sejak saat itu, Malang mulai ramai dengan aktivitas perdagangan, terutama hasil bumi dari daerah pegunungan di Kabupaten Malang.
Sebagai sebuah kota, Malang memulai perjalannya pada 1 April 1914. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Malang sebagai Gementee (kota otonom) terpisah dari Kabupaten Malang yang sudah lama eksis. Meski sudah menjadi kota sendiri, Malang masih belum memiliki walikota dan dewan kota. Selama 5 tahun hingga tahun 1919, Kota Malang tidak punya dua unsur pemerintahan tersebut. Usut punya usut, ternyata hal itu disebabkan Kota Malang lahir prematur, perkembangannya terlalu cepat. Kota Malang baru memiliki walikota pada tahun 1919 yakni bernama H.I. Bussemaker. Orang ini cukup berprestasi dalam menata Kota Malang yang baru lahir, sehingga di akhir jabatannya dia ditugaskan sebagai walikota Surabaya pada tahun 1929.
Saat revolusi fisik, Malang pernah menjadi tempat bersejarah. Tak banyak yang tahu, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pernah bersidang di Malang. Pada tanggal 25 Februari hingga 5 Maret 1947 para anggota KNIP bersidang untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi, terutama mengenai perundingan Linggarjati dengan Belanda. Tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta dan Syahrir datang ke Malang. Meski terjadi perbedaan pendapat, namun mereka semua sepakat untuk tetap bersatu dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang peristiwa ini, maka dibangunlah Monumen Perjuangan KNIP. Letaknya di depan Sarinah Plaza, di sebelah utara alun-alun Kota Malang.
Malang juga menyimpan cerita kelam saat Agresi Militer Belanda. Saat itu, Kota Malang dibumihanguskan oleh pejuang RI yang akan hijrah keluar dari Kota Malang. Pasukan Hindia Belanda mendapati kota ini dalam keadaan hancur. Peristiwa ini terkenal dengan sebutan Crash I. Setelah perang kemerdekaan usai, Malang kembali menata dirinya. Membangun kembali puing-puing kehancurannya.
Malang Nominor Sursum Moveor
Malang Namaku Maju Tujuanku
Salam
Selamat Ulang Tahun yang ke-100 juga untuk Kota Sukabumi
Sumber: Dari berbagai sumber.