Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Jokowi Bukanlah Asam Kuat atau Asam Lemah

17 April 2014   15:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 61 0

Tahun 2009 kemarin SBY berhasil membirukan Indonesia. Hampir seluruh daerah di Indonesia menjadi biru. Ada seorang teman yang mengatakan birunya Indonesia ini sedikit banyak mengindikasikan bahwa SBY bersifat basa kuat. Apa itu basa kuat?

Basa kuat adalah suatu senyawa bersifat basa yang terionisasi sempurna di dalam air, mengasilkan ion M+ dan OH-. Nah adanya ion OH- di dalam air ini yang menyebabkan larutan bersifat basa. Biasanya, untuk menentukan apakah suatu larutan bersifat basa digunakan suatu indikator berupa kertas lakmus. Kertas lakmus ini ada dua, merah dan biru.

Suatu larutan yang bersifat basa akan memberikan warna biru. Baik itu saat diuji dengan lakmus merah ataupun biru. Misal, saat dicelupkan lakmus biru maka warna kertas lakmus tersebut tetap menjadi biru. Sedangkan saat dicelupkan lakmus merah, maka warna lakmus merah tadi berubah menjadi biru.

Sebaliknya, jika suatu larutan bersifat asam, maka akan memberikan warna merah, saat diuji dengan kertas lakmus merah ataupun biru. Saat dicelupkan lakmus merah, maka warna lakmus akan tetap merah. Sedangkan saat dicelupkan lakmus biru, maka warna lakmus biru akan berubah menjadi merah.

Nah, apa hubungannya dengan Jokowi? Mencermati kehebohan beberapa hari terakhir ini mengenai ada tidaknya Jokowi Effect (begitu kata para ahli politik), cukup menarik untuk ditelusuri analogi Jokowi dan SBY dengan sifat asam basa suatu larutan. Kalau tadi disebutkan bahwa SBY bolehlah dikatakan sebagai basa kuat saat pemilu 2009 lalu dan saat pemilu 2014 ini sudah mengalami pengenceran sebanyak dua kali sehingga konsentasinya menurun dari 20% pada 2009 menjadi hanya sekitar 10% pada 2014 ini. Lalu, bagaimana dengan Jokowi?

Karena Jokowi berasal dari partai merah, bolehlah dianalogikan jika sebagai suatu asam. Cukup sulit untuk menjawabnya. Kekuatan asam tidak hanya bisa diukur dengan hanya bisa membuat lakmus menjadi merah. Perlu banyak indikator. Salah satunya adalah pH meter yang akan menampilkan nilai kekuatan asam (pH) suatu larutan. Dari nilai pH ini akan tampak kekuatan suatu asam atau basa.

Nah itu kalau larutan. Bisa diukur dengan pasti nilai pH dan kekuatan asam basanya. Kalau mengukur efek seseorang terhadap naik atau turunnya suara sebuah parpol, apa bisa?

Menurut penulis, hal itu tidak bisa. Mengapa? Jika pada larutan hanya ada satu komponen yang menyebabkan sifat asam atau basa, maka pada sebuah partai politik ada banyak sekali komponen yang menyebabkan naik turunnya suara. Misal, pada larutan basa karena ada ion OH- sehingga membuat warna lakmus menjadi biru. Namun, pada Partai Demokrat, tidak hanya ada Pak SBY saja, ada banyak orang yang berperan yang menyebabkan konsentrasi partai ini mengalami pengenceran sehingga warna biru menjadi memudar. Demikian pula pada PDI Perjuangan dan Jokowi. Tidak hanya Pak Jokowi saja sebagai ion H+ yang menymbang kenaikan konsentrasi PDIP sehingga mengalami pemekatan, namun ada banyak komponen lain.

Menjadi hal yang menurut penulis kurang sesuai untuk memperdebatkan apakah suatu sosok sesorang berpengaruh atau tidak terhadap suatu partai. Pengaruh itu memang ada, tapi partai bukanlah hanya milik satu orang. Terlebih lagi, masalah ini merupakan masalah politik, sesuatu yang tak bisa diukur secara eksak seperti halnya ilmu pasti alam. Jadi, memperdebatkan apakah ada Jokowi Effect hanya akan membuang waktu saja. Sampai kapanpun, akan sulit menemukan jawabannya karena Jokowi bukanlah asam kuat atau asam lemah. Nah lebih baik kita memikirkan masalah lain yang jauh lebih penting, semisal menimbang siapa kira-kira yang cocok dijadikan pemimpin masa depan Indonesia.

Baiklah, sekian. Mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun